“Every
great dreams begins with a dreamer. Always remember, you have within you the
strenght, the patience, and the passion to reach for the stars to change the
world.”
By Harriet Tubman
Dear kamu,
Maaf. Setelah
101 purnama, baru hari ini aku dapat menyampaikan alasan sesungguhnya mengapa
aku menjauh dari kamu. Pada saat itu. Namun kamu tidak pernah sungguh-sungguh jauh dari
hidupku. Kamu selalu menemukan dimanapun aku berada. Kamu selalu ada alasan
untuk menemui aku. Sia-sia semua dalih yang aku sampaikan untuk menjauh dari kamu. Walau
kamu terus bertanya, aku terus menghindar untuk menjawab hal alasan.
Your Great Dreams
Untuk sebagian orang, mimpi-mimpi besar kamu itu
aneh. Aku satu di antaranya. Semakin kamu menceritakan mimpi besarmu, termasuk
pencapaiannya andai kita bersama. Semakin aku merasa tertinggal. Aku tak ingin
mendebat impianmu. Walau sesungguhnya, aku setengah hati mendukungmu.
Aku memilih diam. Hanya mendengarkan semua detail
rencana dirimu untuk mencapainya. Aku hanya mendoakan semoga cita-citamu
tercapai. Aku tahu, kau mencoba menyelaraskan impian masa depanmu dan impian
masa depanku. Tapi yang kulihat, saat itu. Tidak mungkin.
Hari ini kita bertemu. Dengan antusias kamu menceritakan
bagaimana perjuanganmu mencapai impian tersebut. Bagaimana kamu jatuh bangun
untuk sampai di posisi sekarang tanpa dukungan yang berarti dari orang-orang
terdekat kamu. Atau bagaimana kamu merasa sendiri, dipinggirkan bahkan
dicurangi oleh sejawat yang tidak suka dengan signifnikannya usaha kamu selama
ini.
Seperti biasanya, kamu selalu sabar mendengarkan
apapun yang aku sampaikan. Termasuk, alasan usahaku menjauh dari kamu. Aku kembali
diam, ketika kamu bilang bahwa mengapa alasan tersebut tidak aku sampaikan saat
itu. Andai ia tahu dari awal, dia akan berkompromi dengan kondisi inferior-nya
aku.
Your Work Life
“If you love your work, you’ll be out there
everyday trying to do it the best you possible can, and pretty soon ever-body
around will catch the passion from you-like a fever.”
By T.D. Jakes
Lalu, tanpa aku bertanya terlebih dahulu, kamu
menyampaikan alasan mengapa waktu itu kamu seolah tidak memperjuangkan hubungan
kita ke arah yang lebih serius. Katamu atau yang terlihat oleh kamu, aku terlalu
asik dengan dunia kerja dibandingkan dengan memperjuangan dunia untuk kita
berdua. Kamu bilang, aku begitu antusias bercerita tentang pekerjaan.
Seolah-olah, ia menjadi nomor
kesekiannya aku.
Kamu jadi berfikir, aku bukan pasangan yang pas
untuk mendampingi kamu meraih mimpi-mimpi besarnya. Kamu kecewa tapi tidak
ingin memaksa aku mendampingi kamu. Walau begitu, banyak hal dari kebersamaan kita
yang tidak ingin kamu lepaskan begitu saja. Sehingga kamu tetap berusaha ada di
dekat aku. Memastikan bahwa kita tetap menjalin komunikasi tanpa friksi apapun.
Maaf aku baru tahu. Bahwa kamu sempat sakit. Fisik
& psikis ketika menyadari bahwa kita
tak mungkin jalan bersama sebagai pasangan. Hari ini kamu baru cerita, bahwa saat
itu kamu sudah sangat berusaha mengenal siapa aku. Baik itu hobby, kebiasaan
sehari-hari, apa saja favoritku. Berusaha beradaptasi dengan budaya leluhur
aku. Menerima aku apa adanya. Serta berkompromi dengan perbedaan-perbedaan di
antara kita.
Rupanya, saat itu kita sibuk dengan pikiran kita
masing-masing. Menyesal ? Tidak ! Itu
Aku. Namun ternyata kamu berbeda, bertahun-tahun kamu pendam kekecewaan atas
sikap dan keputusanku.
Your Background
Dear Kamu,
Selain mimpi-mimpi unikmu yang tidak pernah bisa
aku mengerti. Ada hal lain yang mengganggu pikiranku saat kita bersama. Your background
so complicated.
Jika kamu berusaha, memahami backround aku. Termasuk adat
istiadat kami yang ketat. Tidak demikian dengan aku. Background dirimu, baik dari
segi sosial, budaya, keluarga, pendidikan dan sebagainya sungguh seperti benang
kusut. Walaupun kamu bilang, jangan diambil pusing. Yang penting bagaimana kita
menjalaninya. Namun, semakin banyak informasi mengenai latar belakang kamu, aku
semakin gelisah. Semakin ada alasan untuk menjauh dari kamu.
Tentang alasan yang kedua ini, aku tidak nyaman untuk
menyampaikannya langsung kepada kamu di hari ini . Suatu hari, mungkin kita
akan saling bertukar cerita. Semoga pada saat itu, tidak ada lagi kecewa, luka
maupun gelisah di antara kita. Kita telah memilih koridor yang berbeda. Biarkan
seperti itu. Tetap begitu.
“We way run, walk, stumble drive, or fly, but
let us never lose sight of the reason for the journey, or miss a chance to see
a rainbow in the way.”
By Gloria Gaiter
Tidak ada komentar:
Posting Komentar