Kita telah melewati masa kecil. Namun kita tidak bisa kembali ke masa
kecil. Sebagian orang, ingin menghapus kenangan pada periode tersebut. Sebagian
lagi, justru terus mengenang masa kecilnya.
Ada diantara kita yang merasa ‘dihantui’ masa kecil. Menganggapnya sebagai ‘beban’
yang mengganggu langkah selanjutnya ke depan. Namun ada juga yang menganggap, apa atau bagaimana kita di masa sekarang
adalah rangkaian perjuangan berharga yang dimulai dari masa kecil. Jadi, bagaimana
kita memaknai masa kecil kita?
Baginya, aku adalah
‘It’
Sebagai anak yang mengalami child abuse oleh ibu kandungnya
selama bertahun-tahun, masa kecil Dave Pelzer adalah dunia kegelapan. Penyiksaan fisik dan
psikis menjadi pengalaman kanak-kanak yang begitu menyedihkan dan menakutkan.
Menanggung sendiri ‘semua kesalahan’
yang harus diterima. Bagaimana perjuangannya untuk bertahan hidup dan nyaris
tanpa harapan, sungguh sulit diterima oleh akan sehat. Apakah Dave kecil
menyerah? Tidak!!
Dave kecil merasa dialah satu-satunya anak yang mengalami penyiksaan
yang luar biasa, justru oleh orang yang seharusnya paling melindunginya.
Ibunya. Anak-anak yang mengalami ‘Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)” seperti
Dave mempunyai kecenderungan bermasalah di kemudian hari. Karena frustasi yang
begitu mendalam. Apalagi jika kita beranggapan, biarlah nanti waktu yang akan
menyembuhkan. Tidak, tidak seperti itu !!
Dalam kenyataannya, begitu banyak
anak korban kekerasan dalam rumah tangga yang tak mampu melepaskan diri dari
pengalaman traumatik masa lalunya. Sampai seperti ‘meniadakan’ hal-hal baik
yang juga sempat dialami di periode tersebut. Kemarahan yang tertahan atau luka
batin karena ketidakberdayaan seperti terus membayang-bayanginya.
Mereka berusaha menyembunyikan masa-masa suram tersebut, tanpa tahu bagaimana
mengatasinya. Tanpa ingin orang lain tahu latar belakang dia. Atau bahkan berusaha menampilkan diri sebagai
pribadi yang baik-baik saja. Namun tanpa disadarinya, justru terkadang dia
melakukan hal serupa kepada keluarga barunya.
Misalnya, cenderung bersikap kasar kepada anak. Terlihat tidak empati.
Kesulitan beradaptasi, dsb. Walaupun sesungguhnya, itu hanyalah pelampiasan atau kekecewaan, putus asa maupun sakit hati
karena dulu -sebagai anak kecil- dia tidak punya kesempatan untuk melawan. Haruskah
terus seperti itu? Tidak !!
Seburuk apapun masa kecil kita. Separah
apapun kondisi psikis kita sebagai “it” yang mencederai harkat diri kita
sebagai manusia. Tokh, nyatanya kita sudah di hari ini. Apakah kita terus hidup
di masa kecil yang menyakitkan itu? Tentu tidak !
“It Over”
Kisah Dave Pelzer, berjuang dari “It” menjadi “Man” adalah salah satu contoh nyata, bagaimana kita harus bangkit dan tidak membiarkan diri semakin terpuruk terkait masa kecil yang traumatik. Keteguhan dan keyakinan diri untuk menjadi manusia baru, adalah hak kita semua. Pilihan ditangan kita. Ingin terus dikasihani atau mengasihi diri sepanjang hidup. Atau menjadi ‘manusia gagal’ . Atau sebaliknya....
Dengarlah pengakuan Dave :
“Aku merasa sangat beruntung. Masa laluku yang hitam sudah kutinggalkan.
Seburuk apapun asa laluku itu, aku jadi tahu bahwa hidupku sepenuhnya
terserah padaku.
Dulu aku berjanji pada diriku sendiri bahwa bila aku bisa keluar
hidup-hidup dari situasi yang menimpaku, aku harus berhasil melakukan sesuatu.
Aku harus menjadi yang terbaik sesuai kemampuanku.
Begitulah aku hari ini.
Aku memastikan bahwa masa laluku sudah kulepaskan, dengan menerima fakta bahwa bagian dari kehidupan ku itu hanyalah sebagian kecil dari seluruh kehidupannku...
A Child Called It
BalasHapusSebuah buku tentang mengubah akar pahit jadi buah yang manis
Salut untuk Dave_Dave lainnya juga yang tidak menghentikan langkah karena trauma masa kecil. Terimakasih untuk tema tulisannya.
BalasHapusTernyata kebaikan ataupun keburukan punya rantai ya, dan kita punya hak prerogatif untuk tetap terkoneksi atau memutusnya, disini lah kemanusian kita di uji.
BalasHapusMenyerah pada keadaaan atau merubah keadaan. Salut sama orang-orang yang berproses seperti ini.
Jadi kepoin buku A Child Called It, film It pun menyeramkan.