“Jangan emosi!”
Jika mendengar seruan tersebut, maka biasanya kita menginterpretasikan kata 'emosi' sebagai kemarahan. Benarkah seperti itu? Tidak sepenuhnya benar atau salah.
Namun
dapat kita memahami asumsi tersebut. Mengingat kemarahan merupakan salah satu bentuk dari emosi yang paling sering terjadi. Walau bukan satu-satunya. Janganlah hal emosi dijadikan
sebagai alasan pembenaran atas suatu tindakan kita. Meskipun hal tersebut adalah reaksi wajar atas -aksi dari
seseorang atau- sesuatu yang mengusik kita.
Emosi itu sendiri dimaknai sebagai perasaan mendalam yang ditujukan terhadap sesuatu. Atau kepada seseorang (bahkan diri sendiri).
Emosi biasanya diidentikkan sebagai kemarahan, rasa sedih, kecewa, ketakutan dan sejenisnya.
Hal tersebut termasuk ‘emosi negatif.’ Sedangkan ‘emosi positif’ berkenaan
dengan kebahagiaan atau rasa senang.
Apapun itu, diharapkan kita mampu menyeimbangkan reaksi emosional kita. Terutama atas kemungkinan dampak selanjutnya. Jangan Sampai kita menyesal di kemudian hari.
Setiap manusia, secara alamiah dibekali berbagai
reaksi emosi. Tinggal bagaimana kita menempatkan emosi tersebut pada kondisi
yang tepat. Agar tidak salah langkah. Sehingga tidak menimbulkan masalah berikutnya.
“Terlanjur Emosional”
Sejatinya, intuisi di dalam diri ‘mengarahkan’ emosi kita di jalur kebahagiaan, kenyamanan, keteraturan
dan hal-hal sejenisnya. Setidaknya, mengusahakan suatu adaptasi atas gangguan
terhadap hal tersebut. Seringkali kemampuan tersebut dikaitkan dengan tingkat
kedewasaan seseorang dalam kehidupan sosial.
Adaptasi kita -dengan menempatkan suatu bentuk emosi secara tepat, berlangsung seumur hidup. Berbagai ikhtiar kita pikirkan. Lalu kita lakukan, demi mencapai keseimbangan baru terhadap berbagai kondisi yang dapat memantik ketidakseimbangan atas emosi kita tersebut.
"Emosional Healing"
Namun bagaimana, jika kita termasuk individual yang mudah terpancing emosi.
Terlanjur emosional? Mungkin di tahap ini, kita membutuhkan ‘emotional healing.’
Baik kita lakukan secara personal maupun dengan bantuan profesional.
Ya! Jangan mengelak untuk mengakui, bahwa terkadang kita tidak dapat menguasai emosi. Sehingga dapat merugikan diri kita sendiri. Bahkan orang lain.
Dengan menjalani ‘emotional healing’ diharapkan kita mampu menyeimbangkangkan
aksi maupun reaksi berbagai bentuk emosi. Sebagian atau seluruhnya. Pada waktu dan situasi yang tepat.
Sebagai salah satu alternatif terapi, ‘emotional healing’ dapat
meningkatkan kualitas kehidupan. Mengapa? Karena kita jadi lebih mengenal diri sendiri (terkait dengan emosi). Termasuk bagaimana kemampuan untuk mengendalikannya. Dengan demikian diharapkan tidak mengganggu
keseimbangan psikis kita secara umum.
Dua buku yang kakak posting aku temukan versi e-booknya di i-pusnas yeay. The lucky me
BalasHapus