Kamis, 22 Oktober 2020

No Title !

 

“Jangan emosi!”


Jika mendengar seruan  tersebut, maka biasanya kita menginterpretasikan kata 'emosi' sebagai kemarahan. Benarkah seperti itu? Tidak sepenuhnya benar atau salah. 

Namun dapat kita memahami asumsi  tersebut. Mengingat  kemarahan merupakan   salah satu bentuk dari emosi yang paling sering terjadi. Walau bukan satu-satunya. Janganlah hal emosi dijadikan sebagai alasan pembenaran atas suatu tindakan kita. Meskipun hal tersebut adalah reaksi wajar atas -aksi dari seseorang atau- sesuatu yang mengusik kita.

Emosi itu sendiri dimaknai sebagai perasaan  mendalam yang ditujukan terhadap sesuatu.  Atau kepada seseorang (bahkan diri sendiri). 

Emosi biasanya diidentikkan sebagai kemarahan, rasa sedih, kecewa, ketakutan dan sejenisnya. Hal tersebut termasuk ‘emosi negatif.’ Sedangkan ‘emosi positif’ berkenaan dengan kebahagiaan atau rasa senang.

Apapun itu,  diharapkan  kita mampu menyeimbangkan reaksi emosional kita. Terutama  atas kemungkinan dampak selanjutnya.  Jangan Sampai kita menyesal di kemudian  hari.   

Setiap manusia, secara alamiah  dibekali berbagai reaksi emosi. Tinggal bagaimana kita menempatkan emosi tersebut pada kondisi yang tepat. Agar tidak salah langkah. Sehingga tidak menimbulkan masalah berikutnya.


“Terlanjur Emosional”

Sejatinya, intuisi di dalam diri ‘mengarahkan’ emosi  kita di jalur kebahagiaan, kenyamanan, keteraturan dan hal-hal sejenisnya. Setidaknya, mengusahakan suatu adaptasi atas gangguan terhadap hal tersebut. Seringkali kemampuan tersebut dikaitkan dengan tingkat kedewasaan seseorang dalam kehidupan sosial.

Adaptasi kita -dengan menempatkan suatu bentuk emosi secara tepat, berlangsung seumur hidup. Berbagai ikhtiar kita pikirkan.  Lalu kita lakukan, demi mencapai keseimbangan baru terhadap berbagai kondisi yang dapat memantik ketidakseimbangan atas emosi kita tersebut.

"Emosional Healing"

Namun bagaimana, jika kita termasuk individual yang mudah terpancing emosi. Terlanjur emosional? Mungkin di tahap ini, kita membutuhkan ‘emotional healing.’ Baik kita lakukan secara personal maupun dengan bantuan profesional.

Ya! Jangan mengelak untuk mengakui, bahwa  terkadang kita tidak dapat menguasai emosi. Sehingga dapat merugikan diri kita sendiri. Bahkan orang lain. 

Dengan menjalani ‘emotional healing’ diharapkan kita mampu menyeimbangkangkan aksi maupun reaksi berbagai bentuk emosi. Sebagian atau  seluruhnya.  Pada waktu dan situasi yang tepat.  

Sebagai salah satu alternatif terapi, ‘emotional healing’ dapat meningkatkan kualitas kehidupan. Mengapa?  Karena kita  jadi lebih mengenal diri sendiri (terkait dengan emosi). Termasuk bagaimana kemampuan untuk mengendalikannya. Dengan demikian diharapkan tidak mengganggu keseimbangan psikis kita secara umum.


Yang tidak kalah penting, jangan pernah mengabaikan atau menunduk mencari solusi.   Jika kita atau orang-orang di sekitar kita terindentifikasi mengalami masalah dengan emosinya. Agar kondisi tersebut tidak semakin memburuk. 

Selain itu mengingat setiap individu adalah unik dan spesifik.  Maka untuk masalah yang sama tidak menutup kemungkinan ditangani dengan cara yang berbeda. Baik itu "emosional healing" yang dilakukan secara mandiri ataupun melibatkan ahli.

Emosi adalah sebuah keadaan yang terjadi dan berlangsung berulang dalam situasi yang sulit. 
Kita bisa memilih untuk mengontrolnya, bukan sebaliknya. 
Emosi Bukanlah sebuah karakter yang tetap, karena emosi bukanlah bagian dari esensi manusia. Semuanya tergantung pada subyak yang ada di hadapannya, dan perasaan ini berlangsung fluktuatif!
Jean Paul Sartre

1 komentar:

  1. Dua buku yang kakak posting aku temukan versi e-booknya di i-pusnas yeay. The lucky me

    BalasHapus