Seperti juga cabang seni lainnya, musik dapat menjadi salah satu media terapi kesehatan
jiwa. Sebagai media, musik punya banyak
pilihan. Dari jenis musiknya itu sendiri. Berdasarkan kurun waktu. Kelompok usia. Siapa penciptanya. Siapa yang mempopulerkannya. Dan seterusnya.
Musik termasuk media yang relatif moderat. Untuk tujuan hiburan,
edukasi, dalam hubungan sosial atau budaya. Maupun dalam hubungan antar pribadi. Demikian juga bagi counsellor & person yang
sedang di counselling.
Pernahkah kita menyadari bagaimana musik telah ‘mendampingi’ kita selama
ini? Saat gembira, berduka atau sedang bingung. Musik menghibur kita yang
bersedih. Menenangkan kegalauan kita. Mengalihkan kita dari kepenatan,
kelelahan bahkan kesendirian.
Pada saat-saat seperti tersebut di atas , biasanya kita akan mendekatkan
diri dengan musik favorit kita. Dengan harapan setelah mendengarkannya kita
akan merasa lega dan siap melanjutkan langkah berikutnya. Ternyata, hal tersebut
sangat membantu pada saat, sesi trauma healing, misalnya.
Menurut Badan Meteorologi
Kimatolgi dan Geofisika (BMKG) pada periode September 2019 – Februari 2020 terjadi
sedikitnya terjadi 3.089 gempa susulan di Ambon. Hal tersebut membuat sebagian penyintas
gempa mengungsi kepegunungan. Dimana ketika dikunjungi, tidak selalu terlihat
suasana muram. Malah terdengar dendang
lagu berbahasa Ambon, hampir di setiap tenda.
Walaupun tidak tahu artinya, tapi
terdengar lirik dan nada yang sangat
menarik. Belum lagi, ditambah keindahan
suara sang penyanyi. Betapa universalnya musik sebagai ‘ bahasa dunia’. Apalagi
di bumi Ambon “ city of Music.” Masyarakat
Ambon sangat suka bernyanyi apalagi bersama-sama. Lebih akrab. Seperti sambil berkumpul
di tepi pantai, ditemanai alat musik alami : desir angin dan deru ombak.
Mengingat kedekatan hubungan antara penyintas gempa Ambon dengan dunia
musik, maka pada waktu merangkul para penyintas gempa bumi, media musik menjadi
sangat penting. Sangat membantu menyampaikan pesan dari kegiatan trauma
healing. Selain pesan normatif, untuk
sabar , kuatkan fisik dan psikis kita serta keluarga dalam menghadapi bencana alam. You not alone!
Diharapkan dengan menyanyikan atau mendengarkan lagu favorit, akan
menyegarkan jiwa kita, meningkatkan kinerja kognitif, membantu meredakan stress
atau menghindari depresi berlanjut, lebih rileks, perasaan yang lebih nyaman
dan tenang.
Dengan demikian maka media trauma healing untuk penyintas gempa Ambon
dilakukan dengan pendekatan kearifan lokal. Dalam hal ini, musik daerah sebagai
bagian dari budaya dan identitas keseharian mereka.
Hal yang dapat membangkitkan
mereka untuk tidak menyerah di ‘hajar’ gempa hingga ribuan kali. Tegar dan lebih
siap menghadapi ketidakpastian, kapan gempa susulan berakhir. Serta tak ambil
pusing dengan berita di luar sana, yang belum tentu akurat dan terpercaya.
Jadilah, sesi trauma healing yang seperti ‘ajang pencarian bakat’ . Apapun
role play atau permainan dalam trauma healing dimaksud senantiasa dikaitkan dengan musik favorit,
musik idaman atau kenangan akan lagu tertentu. Apapun itu, semua antusias untuk
bernyanyi. Walaupun rintik hujan menghampiri.
Sungguh sangat menarik dan salut adalah, bagaimana mereka saling
mendukung dalam lagu. Termasuk, ketika salah seorang penyintas menyanyikan lagu
religi sebagai lagu favorit. Teman yang
lain, termasuk yang berbeda keyakinan, tulus mendukung. Baik sebagai ‘temen duet’ dadakan, memberikan
applaus. Sungguh musik juga mampu menghadirkan moment toleransi.
Ada juga yang menyanyikan lagu berbahasa daerah sebagai lagu favorit
karena isinya yang optimistik. Lagu dimaksud menurutnya, memberikan dia kekuatan
dan keyakinan untuk tidak mudah menyerah menghadapai gempa susulan atau masalah
lain yang mungkin akan datang silih berganti.
Gempa atau peristiwa alam lainnya, mungkin akan datang dan berlalu. Namun musik sejatinya, biarlah menjadi sisi lain yang tidak mudah diakhiri oleh sebab apapun.
Ternyata aku udah di kasih kisi kisi kak tuti mau nulis apa. "AMBON" ternyata. Music dan Ambon 😉
BalasHapusKak kesayangan. Haturnuhun ya. Sudah mampir
BalasHapus