Sabtu, 24 Oktober 2020

The Magic of Champions League

 


 

Selain gelaran Piala Dunia dan Piala Eropa per empat tahunan,  Liga Champions  termasuk  turneman  sepak bola yang tak kalah menarik perhatian. Liga Champions merupakan laga tahunan sepak bola  antar klub terbaik_ paling bergengsi di Eropa. 

Liga antar beberapa peringkat terbaik klub-klub di Eropa tersebut mempunyai daya tarik di level tertinggi. Orang seperti tersihir mengikuti laga dan berita apapun terkait Liga Champions. 

“Sihir” Liga Champions tidak hanya diminati  seantero Eropa namun juga diberbagai belahan dunia lainnya.

Banyak hal yang mendasarinya. Seperti  kualitas permainan yang menjanjikan. Setiap tahapan laga yang kompetitif. Dimana team-team pemuncak di liga masing-masing negara, tidak menjadi jaminan akan melenggang dengan mudah di setiap pertandingan.

Kita selalu menantikan kejutan -apalagi- di setiap laga, atau tahapan pertandingan. Walaupun secara umum, yang meraih tropi adalah teaam-team langganan juara Liga Champion. Seperti tahun 2019-2020 yang dimenangkan oleh Bayern Muenchen.


Demikian menariknya bertanding di kasta tertinggi turnamen sepakbola antar klub tersebut, sehingga kerap menjadi pertimbangan penting yang mendasari keputusan pemain maupun pelatih untuk pindah klub. Demikian juga kebijakan klub. Mereka mencari strategi terbaik agar dapat berkompetisi di liga tersebut, apalagi jika menjadi sang juara.

 

Persiapan di mulai bahkan sebelum kompetisi antar klub di suatu negara berakhir. Manager Team Chelsea, Frank Lampard  misalnya. menjelang akhir kompetisi Liga Primier Inggris saja sudah menyusun rencana rekruit pemain, antara lain dengan pertimbangan kompetisi Liga Champions 2020-2021.  

 

Pada bulan Juli tersebut, Chelsea ada di urutan ke 3 Liga Premier Inggris yang masih menyisakan beberapa laga.  Jika klasemen finis di urutan ketiga berarti peluang mereka berlaga di Liga Champion terbuka lebar. Dan sebagai peserta Liga Champions tahun 2020-2021, maka hal tersebut kepada menjadi daya tarik tersendiri / advantage  bagi klub untuk menarik peman incaran mereka.

 

Strategi merekruit pemain bukan hanya mengamankan klasemen pada turnamen lokal serta pencapaian tertinggi di Liga champion tahun tersebut.  Namun juga untuk dapat tembus Liga Champion tahun berikutnya. Agar bisa bersaing di level tertinggi adalah suatu keharusan untuk mendapatkan pemain  dari level tertinggi pula. Berikutnya? 

Uang !

Ya, dengan mengikuti kompetisi  bergengsi di level Liga Champion, selain membanggakan klub. Juga berarti peluang ‘ make money’.  

Luar biasa pentingnya berkompetisi  di level setinggi Liga Champions.  Maka bisa dibayangkan bagaimana signifikannya usaha perlawanan yang dilakukan oleh Manchester City, ketika dijatuhi hukuman larangan tampil di kompetisi  antar klub Eropa selama dua tahun terhitung sejak Februari 2020. Hal tersebut terkait tuduhan  bahwa Manchester City memanipulasi pendapatan dari sponsor sejak tahun 2012-2016.

 

Padahal dengan tampil di Liga Champions akan menambah pundi – pundi nominal. Baik dari sponsor, hak siar maupun penjualan tiket, dll. Untunglah pada sidang banding  di Pengadilan arbitrase olahraga (CAS) pada Juni lalu, tuduhan terdebut  dapat  dipatahkan. Artinya,   Manchaster City diizinkan kembali bertanding  di Liga kancah Eropa, dalam hal  ini Liga Chamipons . Jika tidak, maka pemain-pemain terbaik mereka seperti Kevin De Bruyne, Gabriel Jesus menjadi incaran team Eropa lainnya.  

Pendapat sedikit berbeda disampaikan oleh manager Manchester United, Ole Gunnar Solskjaer.  Ia mengakui bahwa Liga  Champions memiliki arti penting bagi klubnya. Namun MU tak bergabung dengan ajang tersebut untuk mendatangkan pemain top incarannya ke Old Trafford.  

 


 [A1]

2 komentar:

  1. Tiap denger anthem Liga Champions langsung merinding.. 😆

    BalasHapus
  2. Sampai saat ini belum paham mengenai strategy dan peraturan bola. Yang seru dari permainan sepak pola adalah rebutan bolanya. Mengaduk aduk emosi

    BalasHapus