Kamis, 22 Oktober 2020

Say "Yes" to Hope

 

“Harapan? Sudah lama dia menjauh dari hidupku…”

Mari berharap. Merangkai harapan. Memujudkan harapan.  Walau tidak ada yang tahu pasti, apa yang akan terjadi kelak, bukan berarti kita putus harapan.  

Justru karena kita tidak tahu. Bagaimana kalau kita menyusun berbagai harapan. Tentang kehidupan pribadi, karir, untuk alasan religi atau apapun itu. Tentunya dalam konteks positif.  Sehingga hidup tidak sekedar putaran hari dari pagi ke malam. Atau malam ke pagi hari.


Coba di ingat-ingat kembali. Bukan harapan yang menjauh. Namun kita yang menjauhkan diri dari harapan. Mengapa? Mungkin karena berkali-kali gagal untuk mewujudkannya. Frustasi dan nerveos sehingga sang ‘harapan’ kita persalahkan dengan berbagai alasan.  Mungkin juga karena kita juga tidak tahu persis apa yang kita niatkan pada harapan tersebut. Pernah?

Apa yang Anda lakukan atas dasar niat yang baik didasari pengharapan memiliki banyak deposito kebaikan, kendati tampak ‘nothing’, padahal sesungguhnya Anda telah melakukan ‘something.’

~Miftahur Rahman El Banjary

 

“Harapan siapa? Bukan aku !”

Selain itu, kerap kita mendengar bahwa orang-orang terdekatlah mempunyai harapan-harapan tertentu lewat diri kita. Atau meletakkan harapan di pundak, dengan atau tanpa  tanpa ‘persetujuan’ kita.  Meskipun itu, katanya. Demi kebaikan kita.  Sehingga harapan menjelma menjadi beban tersendiri yang _bisa jadi_  membuat kita tidak nyaman. Eksistensi diri kita tergantung penilaian orang lain.  Pernah?

Alih-alih ‘mengasingkan’ harapan yang terlanjur tersampir di pundak kita. Bagaimana kalau kita mengurai harapan tersebut. Menelisik kemungkinan realisasinya. Apa yang mungkin. Mana  yang masih mungkin. Lalu adakah yang tidak mungkin. Jika kita memilih ‘berdamai’ dengan harapan;  maka bukan tidak mungkin akan muncul ide-ide cemerlang untuk mewujudkannya. Sejatinya mewujudkan suatu harapan adalah salah satu jalan menuju kebahagiaan.

Manusia menjadi bahagia dengan mengetahui bagaimana cara memanfaatkan beragam kemampuannya untuk secara aktif mengalami dirinya sendiri di dunia. Kebahagiian manusia terletak di dalam cintanya akan hidup, dan itu adalah sesuatu yang sangat aktif…

~Erich Fromm

 

Jikapun misalnya, gagal mewujudkan harapan tersebut, jangan menyesal. Setidaknya kita sudah  berusaha secara signifikan. Jadi, teruslah melanjutkan hidup dengan mewujudkan harapan yang lain lagi. Jangan berhenti atau membatasi diri di satu harapan tertentu saja. Yang tidak kalah penting, jangan sampai usaha mewujudkan suatu harapan membuat kita kehilangan jati diri. Jangan sampai kita merasa asing dengan diri sendiri.

 

“Harapan? Itu Aku!”

Mungkin kesuksesan sudah menjadi nama tengah kita. Orang terkagum-kagum, dengan usaha kita mencapai impian dengan gigih. Kata ‘harapan’ bukan sekedar angan-angan yang ‘jauh api dari panggang.’

Namun bisa jadi ada sebagian orang yang memandang dengan sebelah mata kesuksesan kita di hari ini. Jatuh bangunnya kita mewujudkan harapan tidak mereka pedulikan. Pernah?

Pro dan kontra akan terus ada. Sekarang tergantung bagaimana kita. Mau menanggapi satu persatu sampai kelelahan sendiri atau sebaliknya. Nyatanya, tidak ada kewajiban kita untuk memberi penjelasan yang memuaskan ego meraka semua. Namun kita ‘wajib’ menyongsong kesuksesan berikutnya dari harapan kita selanjutnya.

Mari menghargai harapan dan usaha kita mencapai sejumlah harapan. Tanpa tergantung dari  ada tidaknya penghargaan orang lain dari usaha kita tersebut.

Aku belajar bagaimana menyatukan sesuatu dengan melihat impian – impian itu bagian demi bagian. Bagaimana menghargai setiap perkembangan dan kenyamanan sekecil apapun…aku memimpikan harapan-harapan baru dan mulai membangun.

~Liah Kraft-Kristaine

 

 

 

1 komentar:

  1. Cuma bisa membaca sampai akhir dan menyetujui satu persatu tulisan ini. Harapan harus selalu ada. 💪

    BalasHapus