Jumat, 30 Oktober 2020

Second Chance

Dear kamu, 
Ternyata bukan hanya waktu,  yang mampu membantu kita memahami apa yang terjadi waktu itu. Walaupun kamu atau aku sudah sering saling menjelaskan.  Pun dengan beberapa kali komunikasi langsung. Tetap saja ada yang sulit disampaikan secara lisan. 

Sampai ada satu moment yang tidak terduga.  Yang ternyata jauh lebih mampu membuat kita lebih terbuka satu  sama lain.  Setidaknya sejumlah pertanyaan telah terkonfirmasi. Walaupun masih ada saling mengelak.  Walaupun tidak merubah masa lalu.  

Moment tersebut adalah ketika 'Klub Blogger dan Buku / KUBBU' mengadakan program online di bulan Oktober 2020. Dengan tajuk '30 Hari Menulis Cerita'.  Dimana setiap hari,  peserta di tantang untuk menulis di blog  dengan tema yang sudah ditentukan. 

Selain menulis -walaupun tidak wajib- peserta diminta untuk share link tulisan kita di medsod.  Dengan hastag #KUBBU30HMC. Hal tersebut hanya sempat kulakukan  di paruh pertama program berjalan.  

Entah bagaimana mulainya. Kamu jadi lebih sering japri mengomentari postingan aku di IG di awal-awal program berlangsung.  Kamu juga rajin mampir ke blog membaca tulisan. Bertanya konteks maupun latar belakang tulisan. 

Lantas kita jadi sering diskusi. Bahkan hampir setiap hari. Tema yang kita bahas  jadi meluas. Bersinggungan langsung maupun tidak dengan tulisan . Termasuk hal yang sempat merenggangkan komunikasi  kita sebelumnya.

Benar hal tersebut telah menjadi bagian masa lalu.  Bagiku sudah tidak ada yang perlu diperjelas lagi.  Namun ternyata berbeda bagimu.  Bertahun-tahun  kamu menganggap penting penjelasan yang lugas, sepahit apapun.  Termasuk no second chance.

Program '30 Hari Menulis Cerita' itu sendiri sungguh  sangat  menyenangkan.  Selain kegiatan menulis,  hobby membaca  akupun semakin mengasikkan.  Karena setiap hari membaca buku-buku yang sesuai  dengan  tema hari tersebut. 

Keseruan program tersebut juga karena 'curhat' para peserta setiap hari. Berkaitan dengan tema, kesibukan yang menyulitkan menyisihkan waktu untuk menulis. Saling support antar peserta. Serta beberapa 'drama' lainnya.

Walaupun diniatkan untuk konsisten, di hari ke 18 dan 19 telat posting. Karena.... sudahlah tidak patut beralasan. Makanya sungguh salut kepada rekan-rekan yang menjaga komitmen. Setiap hari setor tugas menulis tersebut. Alhamdulillah, walaupun telat tulisan untuk hari tersebut, akhirnya di rapel di beberapa hari berikutnya. 

Yang tidak kalah menyenangkan adalah saat hunting  atau menyiapkan konsep foto berikut propertinya.  Tidak semua foto yang ditampilkan berhubungan secara langsung dengan tema seperti saat menulis tentang  hal-hal favorit.  Ada foto -foto yang menawarkan kiasan dari tulisan.  Seru kan? 

Bagi  saya tidak ada paksaan untuk menulis.  Walaupun sampai dengan hari terakhir program, yaitu hari ini.  Rasanya,  kemampuan menulis saya masih di bawah rata-rata.  Tulisan para peserta lain sungguh smart dan enak di baca. 

Walaupun  begitu,  aku tahu tetap ada second chance untuk menulis hal - hal lain setelah  program berakhir.  Sayang kalau hanya berhenti sampai disini.   Terlalu  banyak hal menarik lainnya  yang ingin aku tulis. Ada ataupun tidak ada lagi diskusi  dengan  kamu. 



Kamis, 29 Oktober 2020

Five Star


"Apakah saat itu,  kita akan menatap bintang  sama?"

Sepertinya tidak. Kita terdiam... di bawah langit yang sama.  Namun memandang ke arah yang berseberangan. Bintang pertama kita bernama: harapan yang berbeda. 

Aku berharap,  itu adalah kehangatan bintang yang  memberi terang. Yang setia menemani  saat-saat aku menyusuri pantai. Mengiringi langkahku menikmati debur ombak di keheningan malam. 

Betapa inginnya. Aku.  Tak sampai lima tahun,  sudah memiliki  pondok kecil yang berandanya tepat di tepi laut. 

Sedangkan,  kamu memilih bermukim di gedung jangkung.  Agar  lebih dekat memandang bintang harapanmu.  Pengalihan yang menenangkan dari kepenatan ibukota, alasanmu. 

*****
"Apakah kau ingat tentang bintang kebaikan? "

Kita telah melalui berbagai kesulitan.  Kita berkali-kali diselamatkan oleh kondisi. Bahkan oleh orang-orang yang kita tidak kenal.  Kini, saatnya kita mengembalikan bintang kebaikan kepada sesama melalui organisasi nirlaba.  Itu kataku. 

Kembali kamu terdiam.  Katamu,  cukup rutinkan donasi.  Tidak harus terlibat lansung.  Apalagi dalam lima tahun ke depan.  Masih terlalu banyak yang harus dikejar.  Bintang kedua kita,  orientasi yang berbeda. 

*****

"Apakah kita masih menunggu bintang jatuh seraya memanjatkan keinginan bersama? "

Bahwa kita akan bersama - sama menjelajahi  seantero jagat raya.  Walau tahun-tahun sebelumnya terkendala.  Semoga  dalam lima tahun kedepan dapat kita wujudkan. Seperti menonton kompetisi Piala Dunia, 2022 di Qatar. 

Aku optimis. Namun kamu pesimis.  Katamu,  untuk apa berkeliling dunia. Susah-susah mengumpulkan materi,  hanya perlu sedikit waktu untuk menghabiskannya.  

Bintang ketiga kita, cara menikmati hidup yang kini juga berbeda.

*****

"Apakah kita akan menunjuk bintang yang sama?"
Sayang sekali tidak.  Aku menunjuk rasi bintang Orion.  Rasi bintang yang menunjukkan adanya penggantian musim. Yang mengesankan kemampuan beradaptasi dengan hal-hal baru.

Ya aku ingin,  di lima kedepan, akan melakukan hal-hal yang tidak terpikirkan sebelumnya.  Sepertinya akan menyenangkan,  keluar dari jebakan rutinitas. 

Sedangkan kamu menunjuk rasi bintang scorpion. Dimitoskan, inilah rasi bintang yang mempunyai energi yang luar biasa. Gigih untuk mencapai tuntutan kehidupan. 

Orang  yang termasuk dalam rasi bintang ini,  seperti kamu,  akan melakukan  banyak  hal dengan cara unik. 
Tercapailah suatu target untuk mencapai  hal yang luar biasa.  Bagimu mencoba hal-hal baru  demi menghasilkan suatu prestasi.  menghasilkan hal yang terukur  dan terarah. 

Bintang ke empat kita,  tentang jarak yang makin jauh. Bintang kita kian tampak berbeda.

*****
"Apakah kita masih berkomitmen menjadi bintang abadi untuk satu sama lain? "

Kupastikan tidak.  Saat itu. Kita  masing-masing sibuk dengan target personal.  Tidak lagi menyisakan waktu untuk bertukar bintang yang akan sangat menguatkan satu sama lain. 

Dapat dikatakan bahwa bintang kelima kita sudah meredup tanpa sempat berkilau.

Rabu, 28 Oktober 2020

Nature Sign....

Bagaimana  jika ombak melupakan pantai?
Apakah angin tetap rindu mengacaukan nyiur? 
Jika karenanya hatimu tak berpenghuni
Biarlah badai datang mematahkan jangkar

Apa yang dikeluhkan telaga saat air mengering ?
Mungkinkah karena pesona teratai tersaingi colesia?
Bila sekedar membuncah asa di balik punggung
Kumbang tak akan pernah mendatangi  bunga

Mengapa awan meregang menutupi langit ?
Meski sang surya menggesernya berulang kali? 
Jadi janganlah mengurung hati sedemikian sempit
Pelita yang padam bukan akhir segalanya

Andaikan debu memburamkan arah
Walau rinai seperti ragu-ragu membantu
Jauhkan diri berputus asa melanjutkan langkah
Mungkin  saatnya kita berdamai dengan waktu

Selasa, 27 Oktober 2020

Whateverything


Dear kamu.  
Surat dari  kamu disampaikan kepada aku pada bulan Juni tahun itu, adalah surat pertama sekaligus yang terakhir dari dirimu.  Surat itu masih aku simpan.  Sampai Sekarang.  Surat  dengan bahasa penuturan terbaik, dalam konteks  yang sportif.  Sungguh menggugah. Namun setelah itu,  semuanya berubah. 

"Hai! Itukah kamu? "

Entah kenapa. Surat tersebut justru menciptakan jarak  di  antara kita.  Kamu seperti menjauhi orbit. Pun,  saat kita bertemu lagi.  Setelah  beberapa tahun kemudian . Yang aku rasakan,  kamu sengaja  menghindar. Andai Ada kesempatan untuk aku,  bertanya langsung padamu... 

Namun,  aku menghargai  sikapmu tersebut. Tak lagi menunggu  waktu untuk  saling bertukar kabar,  seperti dulu.  Aku juga putuskan untuk tidak  terlampau jauh mencari Tahu. Apakah kamu lebih nyaman? 


Jadi,  mengingat intensitas hubungan kita di masa lalu,  maka seperti kamu.  Akupun  berkirim  surat. 

" Setiap Jum'at sore...ya,  aku ingat!"

Dear kamu,  
Mana mungkin aku lupa. Yakinku, kamu juga masih mengingatnya.  Bagaimana  tidak?  Kita melalui jalan yang sama. Selalu.  Selama beberapa tahun. Setiap Jum'at sore. Sambil aku terkagum-kagum mendengarkan rencana berbagai aktivitas kamu berikutnya.  

Ya,  kamu sangat berbakat. Baik di bidang seni, olahraga,  asah otak, sosial budaya bahkan  religi. Kamu mengusainya bahkan berprestasi. 

"The Save of the Bel"

Kamu tahu.  Bahwa di tengah komunitas yang kita ikuti bersama. Hanya kamu yang membuat aku nyaman. Kamu membiarkan aku belajar banyak hal. Cara kamu support aku untuk tetap melanjutkan aktivitas dengan kemampuan terbaik,  sungguh Mengesankan.  

Beda sekali dengan mereka. Maksudku 
 teman-teman kita.  Begitu sering mereka mengusik aku yang -katanya- terlalu irit berkata-kata. Mereka penasaran bahkan curiga. Jangan-jangan aku mempunyai agenda  tertentu  yang -bisa jadi- menyusahkan mereka, kelak. 

Sesungguhnya aku tidak seperti yang mereka pikiran. Bersama mereka,  aku keasikan jadi pengamat. Ada atau tidak ada aku,  mereka sudah sangat heboh kok! Namun,  terimakasih, kamu tidak seperti  itu kepadaku. 

Uniknya, sepanjang perjalanan pulang bersama. Tak pernah sekalipun  kita membahas, mengapa hal tersebut hanya terjadi padaku. Padahal  ada juga yang lebih silent dari aku.  Namun mengapa mereka tetep saja mengusikku dengan berbagai dalih pembenaran yang sulit aku patahkan. 

"The True of Friendship, ini kita? "

Dear kamu,  
Tanpa terlihat membela aku. Tanpa tindakan heroik untuk menghindarkan aku dari gangguan mereka. Dengan caramu yang simpatik, aku dan kamu bisa lebih dulu meninggalkan mereka.  Aku mesti bilang apa?

"Apakah aku lupa,  berterimakasih? "

Dear kamu, 
Di surat tersebut,  aku baru tahu alasan tindakan kamu.  
Bahwa,  semuanya cerita tentang aktivitas kamu adalah cara kamu untuk  mengalihkan hal-hal yang membuat aku tidak nyaman. Kamu sengaja sama sekali tidak menyinggung hal tersebut,  agar aku focus ke hal - hal  lain yang lebih menyenangkan. 

Kamu tahu,  tidak mudah menghindari mereka. Namun tidak ingin juga menjauhi mereka.  Maka kamu terus melakukan  intrupsi dengan berbagai  cara. Dengan harapan, aku kelak juga mampu melindungi diri jika menjalani hal serupa di kemudian hari. 

Ketika menurut kamu,  aku sudah cukup tangguh. Itu waktunya untuk kamu berlalu.  Itu inti dari surat kamu. 

Dear kamu, 
Aku  ingin kita tetap bersahabat. 
Aku juga ingin melakukan hal yang luar biasa untuk sahabat,  seperti yang pernah kamu lakukan untuk ku

Aku harap kamu membalas surat ini
Tolong,  jangan  menghindar?

Ada apa denganmu "mr" ?

Senin, 26 Oktober 2020

Life is a Gift

Hadiah pembuka hari adalah episode pagi...

Aku tak akan menukar kesejukan pagi dengan kemewahan artificial, apapun itu.  Selalu ingin.  Sekali lagi. Setiap pagi.  Semilir angin menyentuh kelopak mataku yang masih setengah mengantuk.  

Bahkan,  tanpa bosan. Aku menunggu saat-saat embun membangunkan dedaunan tanpa pamrih. Di antara bias sinar mentari, aku melihat sekumpulan kuncup asoka siap menunjukkan  eksistensi diri.  Menggantikan pendahulunya yang berguguran tanpa penyesalan.



Di saat yang sama. Di Lereng pegunungan atau perbukitan, aku tahu. Aku Merasakan pucuk hijau teh menyebarkan aroma optimis. Di seling keharuman melati yang sungguh memukau. Dibayangi kabut hingga tegak pinus, samar kulihat. Ada kamu. 

Jadi, apabila kehadiranmu di pagi ini tidak terelakkan. Adakah hadiah pagi hari yang lebih sempurna?  Bolehkan aku  meminta pagi memperlambat serah terima waktu berjaga kepada siang?
Pengalaman adalah hadiah sepanjang hari

Apakah pencapaian  hari ini sesuai rencana atau di bawah ekspetasi adalah hadiah istimewa dari kehidupan nyata. Pengalaman hari ini adalah seistimewa hari-hari  sebelumnya. Walaupun  secara objektif  adalah suatu kegagalan, Misalnya. 

Mengapa?  Karena berbagai pengalaman hari ini sejatinya memberikan kita pembelajaran tertentu. Yang mungkin tidak ditemukan di berbagai literature. 
Jadikan pengalaman hari ini sebagai  hadiah yang sangat berarti. Agar hari esok jauh lebih baik dari hari ini. 

Kalau begitu, jangan pernah melewatkan pengalaman hari ini sebagai Hadiah khusus bagi diri kita. Untuk Apa hanya menunggu hadiah dari orang lain ? Dari kamu? 


Andai sepanjang hari tiada kabar darimu, mungkin aku gelisah. Namun, itupun akan kuanggap sebagai romantika hadiah kehidupan. 

Adakah senja menjadi hadiah pemuncak? 

Yang aku ingat, Matahari menggeserkan  diri bukan dilengserkan oleh rembulan.  Sepertinya ia enggan sementara pamit, sebelum mengukir langit dengan cara yang elegant.  

Senja sangat ingin memberikan hadiah istimewa untuk mata kita.  Rona langit yang  berbeda di setiap  penghujung hari.  
Seperti pelita yang menitipkan satu pesan.  

Apalagi jika diiringi kerinduan ombak pada tepian pantai. Menenangkan jiwa.  Memenangkan 1001 harapanku. Ya,  aku tidak akan melepaskan hadiah ini sepanjang hidupku. 


Sama seperti pesan yang kamu sampaikan via desir angin.  Bahwa kedatangan senja menuju malam adalah hadiah dari alam yang harus disyukuri. 

Ya,  demikian juga dirimu.  Hadiah alam yang menyulitkan aku mengalihkan pandang sejak saat  itu.  

Selamat malam.  Selamat  menjemput hadiah kehidupan berikutnya. 

Minggu, 25 Oktober 2020

The Fact of No Comment

 

“Mengapa diam? ayo jawab!”

Diam adalah juga salah satu cara untuk menjawab. Jawaban bersifat non verbal. Jawaban yang ditunjukkan dengan menunjukkan sikap/simbol tertentu. Jadi ‘tidak salah’ jika orang memberikan jawaban dengan : diam tanpa berkata-kata.

Hanya saja , kita terbiasa dengan jawaban yang verbal. Menjawab secara  verbal saja dapat menimbulkan perbedaan tafsir. Apalagi jawaban dalam bentuk diam. Belum tentu “pesan” dari diam tersebut dapat dimengerti oleh orang yang bertanya. Sehingga, jawaban dalam bentuk diam membuat lawan bicara penasaran, kesal bahkan emosional.

Mungkin kita pernah ada di posisi yang hanya bisa menjawab dengan diam. Atau pernah juga, ketika kita bertanya, orang tersebut diam tanpa kata-kata. Misalnya hanya diam menunduk, diam sambil menghela nafas atau diam lalu pergi meninggalkan kita.

 

“Aku sudah menjawab, dengan diam…”

Lalu mengapa  jawaban ‘diam’ yang dipilih? Mungkin karena terlalu sulit untuk dijawab. Mungkin juga karena  tidak tahu jawaban. Atau bisa jadi karena jawabannya terkait  fakta yang mengganggu pikiran, tidak nyaman, traumatis atau bisa jadi karena tidak ada alasan untuk menjawab. Atau bahkan karena manganggap tidak ada gunanya menjawab pertanyaan tersebut.

Bisa juga disebabkan karena belum saatnya pertanyaan tersebut di jawab. Namun yang menyebalkan adalah jika lawan bicara kita diam tidak menjawab, karena memang tidak mendengarkan pertanyaan kita.

Yang menjadi concern kita adalah,  saat  “sumber” fakta memilih bungkam atau ‘no comment’. Hal tersebut sering kali menimbulkan persepsi yang keliru atas kebenaran suatu fakta. Pilihan untuk tidak menjawab alias diam bukan tanpa resiko. Rasa ingin tahu orang lain sering kali menimbulkan isue yang berkembang secara liar jauh dari fakta yang sebenarnya.

 

“Biar saja, waktu yang akan menjawab…”

 Diakuai ataupun tidak. Sering kali kita begitu -penasaran- mau tahu fakta sebenarnya. Entah untuk tujuan apa. Bisa jadi sekedar ingin tahu. Atau untuk memuaskan rasa penasaran. Atau, bisa jadi sebagai tanda empati kita pada orang tersebut.  Padahal orang yang mengalaminya,  mungkin belum siap secara psikis, jika harus menjawab pertanyaan kita.

Pernahkah kita menyadari, bahwa mengungkapkan suatu fakta justru menimbulkan ketidaknyamanan  yang luar biasa dari sisi yang mengalami? Apalagi jika fakta tersebut adalah tentang hal yang sangat menyakitkan. Atau fakta yang menyudutkan dirinya, sehingga sulit untuk menjawab dengan apa adanya. Mulai saat ini. Semoga, kita menjadi lebih mengerti,  mengapa kadang pengungkapan suatu fakta dengan cara  hanya menyebutkan inisial : nama, lokasi dan waktu kejadiannya.

Diam adalah juga simbol untuk jawaban. Seperti permohonan untuk memberikan waktu dan ruang pribadi atas suatu fakta yang terjadi pada orang tersebut. Bisa juga sebagai pengantar pesan bahwa belum saatnya untuk mengungkapkan suatu fakta. Atau memang fakta tersebut sangat private dan confidential. Jadi, bagaimana kalau: mari kita menghargai pilihan orang untuk menjawab suatu fakta dengan ‘diam.’ Sepanjang tidak ada norma apapun yang dilanggar. Atau mengapa tidak kita biarkan saja fakta selengkapnya cukup diketahui oleh pihak-pihak yang lebih berkompeten. Bukankah kita perlu concern dengan  fakta kesibukan kita yang kadang dikejar deadline?


Sabtu, 24 Oktober 2020

The Magic of Champions League

 


 

Selain gelaran Piala Dunia dan Piala Eropa per empat tahunan,  Liga Champions  termasuk  turneman  sepak bola yang tak kalah menarik perhatian. Liga Champions merupakan laga tahunan sepak bola  antar klub terbaik_ paling bergengsi di Eropa. 

Liga antar beberapa peringkat terbaik klub-klub di Eropa tersebut mempunyai daya tarik di level tertinggi. Orang seperti tersihir mengikuti laga dan berita apapun terkait Liga Champions. 

“Sihir” Liga Champions tidak hanya diminati  seantero Eropa namun juga diberbagai belahan dunia lainnya.

Banyak hal yang mendasarinya. Seperti  kualitas permainan yang menjanjikan. Setiap tahapan laga yang kompetitif. Dimana team-team pemuncak di liga masing-masing negara, tidak menjadi jaminan akan melenggang dengan mudah di setiap pertandingan.

Kita selalu menantikan kejutan -apalagi- di setiap laga, atau tahapan pertandingan. Walaupun secara umum, yang meraih tropi adalah teaam-team langganan juara Liga Champion. Seperti tahun 2019-2020 yang dimenangkan oleh Bayern Muenchen.


Demikian menariknya bertanding di kasta tertinggi turnamen sepakbola antar klub tersebut, sehingga kerap menjadi pertimbangan penting yang mendasari keputusan pemain maupun pelatih untuk pindah klub. Demikian juga kebijakan klub. Mereka mencari strategi terbaik agar dapat berkompetisi di liga tersebut, apalagi jika menjadi sang juara.

 

Persiapan di mulai bahkan sebelum kompetisi antar klub di suatu negara berakhir. Manager Team Chelsea, Frank Lampard  misalnya. menjelang akhir kompetisi Liga Primier Inggris saja sudah menyusun rencana rekruit pemain, antara lain dengan pertimbangan kompetisi Liga Champions 2020-2021.  

 

Pada bulan Juli tersebut, Chelsea ada di urutan ke 3 Liga Premier Inggris yang masih menyisakan beberapa laga.  Jika klasemen finis di urutan ketiga berarti peluang mereka berlaga di Liga Champion terbuka lebar. Dan sebagai peserta Liga Champions tahun 2020-2021, maka hal tersebut kepada menjadi daya tarik tersendiri / advantage  bagi klub untuk menarik peman incaran mereka.

 

Strategi merekruit pemain bukan hanya mengamankan klasemen pada turnamen lokal serta pencapaian tertinggi di Liga champion tahun tersebut.  Namun juga untuk dapat tembus Liga Champion tahun berikutnya. Agar bisa bersaing di level tertinggi adalah suatu keharusan untuk mendapatkan pemain  dari level tertinggi pula. Berikutnya? 

Uang !

Ya, dengan mengikuti kompetisi  bergengsi di level Liga Champion, selain membanggakan klub. Juga berarti peluang ‘ make money’.  

Luar biasa pentingnya berkompetisi  di level setinggi Liga Champions.  Maka bisa dibayangkan bagaimana signifikannya usaha perlawanan yang dilakukan oleh Manchester City, ketika dijatuhi hukuman larangan tampil di kompetisi  antar klub Eropa selama dua tahun terhitung sejak Februari 2020. Hal tersebut terkait tuduhan  bahwa Manchester City memanipulasi pendapatan dari sponsor sejak tahun 2012-2016.

 

Padahal dengan tampil di Liga Champions akan menambah pundi – pundi nominal. Baik dari sponsor, hak siar maupun penjualan tiket, dll. Untunglah pada sidang banding  di Pengadilan arbitrase olahraga (CAS) pada Juni lalu, tuduhan terdebut  dapat  dipatahkan. Artinya,   Manchaster City diizinkan kembali bertanding  di Liga kancah Eropa, dalam hal  ini Liga Chamipons . Jika tidak, maka pemain-pemain terbaik mereka seperti Kevin De Bruyne, Gabriel Jesus menjadi incaran team Eropa lainnya.  

Pendapat sedikit berbeda disampaikan oleh manager Manchester United, Ole Gunnar Solskjaer.  Ia mengakui bahwa Liga  Champions memiliki arti penting bagi klubnya. Namun MU tak bergabung dengan ajang tersebut untuk mendatangkan pemain top incarannya ke Old Trafford.  

 


 [A1]

Jumat, 23 Oktober 2020

The Celebrity Crush : Totalitarian

 

 

“Kak, kapan datang? Aku mau cerita…”

Pesan lewat WA darinya telah aku terima. Aku membacanya secara sepintas. Aku pikir, lebih baik menjauh. Kenapa ? Karena, menurut aku, tidak ada hal  menarik yang akan ia disampaikan. Tanpa membuang waktu,   harusnya aku segera menghapus pesan tersebut.  Tapi tidak jadi…

Dengan menghela nafas panjang, aku terduduk. Menghentikan langkah. Membiarkan ingatanku mengembara sampai ke beberapa tahun lalu. Ketika anak muda itu menceritakan keputusasaan maupun kekecewaannya kepada banyak orang. Baik itu, keluarga, para kerabat, lingkungan tinggal, komunitas bahkan dunia profesionalnya. Sampai ia mengalami kritis penguasaan atas diri sendiri.

Selain itu, ia menjadi sangat tidak mudah untuk mempercayai orang lain. Bahkan pasangan atau orang-orang terdekat lainnya. Krisis psikis yang ia alami begitu hebat.  Ia lantas menarik diri atau membatasi komunikasi verbal.

Entah bagaimana asal mulanya. Karena aku juga enggan bertanya. Ia memilih berkomunikasi intens dengan berbagai karakter boneka.  Walaupun boneka-boneka tersebut tetap diam membisu. Dia sangat memujanya. Seperti penggemar fanatik / garis keras pada celebrity atau pesohor.


Dalam setiap pertemuan kami, dengan sangat antusias,  ia  akan menceritakan tingkah polah boneka-bonekanya tersebut. Termasuk bagaimana perkembangannya. Bahkan dia berjanji akan mengawal proses tersebut dengan sepenuh hati.  Ia melakukan semua itu, selayaknya orang tua nyata dari sejumlah boneka. Bahkan dia berjanji akan mengawal proses tersebut dengan sepenuh hati. Menjaganya sepenuh jiwa dan raga. Walaupun  statusnya sebagai orang tua tunggal.

Ia terlihat sangat bahagia ketika mengatakan bahwa Boneka Kongsuni dan Konsini, berjanji akan terus bersamanya dalam suka dan duka. Sehingga iapun berjanji akan menjaga mereka jika ada yang mengusik. Aku jadi teringat japriannya beberapa hari lalu :

“Kak, kapan datang? Mereka kesepian…”

Rupanya ia meminta tolong, untuk sementara waktu dapat mengambil alih perawatan  Kongsuni dan Konsini. Jangan sampai ada yang mengganggu mereka atau bikin mereka sedih. Ia terlihat dan mengakui mengalami resah harus meninggalkan semua bonekanya.

Begitu pentingnya boneka-boneka tersebut, sampai ia tidak peduli nucapan sinis oarang lain yang menuduhnya mengalami Celebrity Crush Syndrom. Juga tak peduli ketika mendengarkan ucapan  bahwa ia memiliki  kehaluan obsesif ayng aneh terhadap boneka.

Di lain waktu, dengan mengirimkan emotion sedih via WA dia menceritakan bahwa boneka – boneka kesayangan tampak pucat dan bersedih karena ditinggal beberapa hari untuk tugas ke luar kota. Di tempat tugas iapun resah & khawatir. Mereka saling rindu, hingga sulit melanjutkan aktivitas dengan sebaik mungkin.

 

Pic: by Lulu

“ Kak, kapan datang? Gawat  ini !…”

Saat tiba di depan rumah, aku menemukan ia sedang menangis histeris, sambil memeluk boneka kesayangan. Katanya, ia baru saja  bermimpi bahwa ada sekelompok orang yang menculik boneka-boneka tersebut. Sedangkan ia tidak bisa berbuat aapa-apa. Sehingga ia sangat menyesal.

Apalagi diakhir mimpi, para penculik mengembalikan boneka  kepada sang pemilik. Namun sudah tidak utuh. Ia sedemikian berdukanya sampai sempat terucap ingin mengakhiri hidup daripada berpisah dengan boneka-boneka tersebut. Sangat dramatis !  Padahal , mimpi!

 

 

Kamis, 22 Oktober 2020

No Title !

 

“Jangan emosi!”


Jika mendengar seruan  tersebut, maka biasanya kita menginterpretasikan kata 'emosi' sebagai kemarahan. Benarkah seperti itu? Tidak sepenuhnya benar atau salah. 

Namun dapat kita memahami asumsi  tersebut. Mengingat  kemarahan merupakan   salah satu bentuk dari emosi yang paling sering terjadi. Walau bukan satu-satunya. Janganlah hal emosi dijadikan sebagai alasan pembenaran atas suatu tindakan kita. Meskipun hal tersebut adalah reaksi wajar atas -aksi dari seseorang atau- sesuatu yang mengusik kita.

Emosi itu sendiri dimaknai sebagai perasaan  mendalam yang ditujukan terhadap sesuatu.  Atau kepada seseorang (bahkan diri sendiri). 

Emosi biasanya diidentikkan sebagai kemarahan, rasa sedih, kecewa, ketakutan dan sejenisnya. Hal tersebut termasuk ‘emosi negatif.’ Sedangkan ‘emosi positif’ berkenaan dengan kebahagiaan atau rasa senang.

Apapun itu,  diharapkan  kita mampu menyeimbangkan reaksi emosional kita. Terutama  atas kemungkinan dampak selanjutnya.  Jangan Sampai kita menyesal di kemudian  hari.   

Setiap manusia, secara alamiah  dibekali berbagai reaksi emosi. Tinggal bagaimana kita menempatkan emosi tersebut pada kondisi yang tepat. Agar tidak salah langkah. Sehingga tidak menimbulkan masalah berikutnya.


“Terlanjur Emosional”

Sejatinya, intuisi di dalam diri ‘mengarahkan’ emosi  kita di jalur kebahagiaan, kenyamanan, keteraturan dan hal-hal sejenisnya. Setidaknya, mengusahakan suatu adaptasi atas gangguan terhadap hal tersebut. Seringkali kemampuan tersebut dikaitkan dengan tingkat kedewasaan seseorang dalam kehidupan sosial.

Adaptasi kita -dengan menempatkan suatu bentuk emosi secara tepat, berlangsung seumur hidup. Berbagai ikhtiar kita pikirkan.  Lalu kita lakukan, demi mencapai keseimbangan baru terhadap berbagai kondisi yang dapat memantik ketidakseimbangan atas emosi kita tersebut.

"Emosional Healing"

Namun bagaimana, jika kita termasuk individual yang mudah terpancing emosi. Terlanjur emosional? Mungkin di tahap ini, kita membutuhkan ‘emotional healing.’ Baik kita lakukan secara personal maupun dengan bantuan profesional.

Ya! Jangan mengelak untuk mengakui, bahwa  terkadang kita tidak dapat menguasai emosi. Sehingga dapat merugikan diri kita sendiri. Bahkan orang lain. 

Dengan menjalani ‘emotional healing’ diharapkan kita mampu menyeimbangkangkan aksi maupun reaksi berbagai bentuk emosi. Sebagian atau  seluruhnya.  Pada waktu dan situasi yang tepat.  

Sebagai salah satu alternatif terapi, ‘emotional healing’ dapat meningkatkan kualitas kehidupan. Mengapa?  Karena kita  jadi lebih mengenal diri sendiri (terkait dengan emosi). Termasuk bagaimana kemampuan untuk mengendalikannya. Dengan demikian diharapkan tidak mengganggu keseimbangan psikis kita secara umum.


Yang tidak kalah penting, jangan pernah mengabaikan atau menunduk mencari solusi.   Jika kita atau orang-orang di sekitar kita terindentifikasi mengalami masalah dengan emosinya. Agar kondisi tersebut tidak semakin memburuk. 

Selain itu mengingat setiap individu adalah unik dan spesifik.  Maka untuk masalah yang sama tidak menutup kemungkinan ditangani dengan cara yang berbeda. Baik itu "emosional healing" yang dilakukan secara mandiri ataupun melibatkan ahli.

Emosi adalah sebuah keadaan yang terjadi dan berlangsung berulang dalam situasi yang sulit. 
Kita bisa memilih untuk mengontrolnya, bukan sebaliknya. 
Emosi Bukanlah sebuah karakter yang tetap, karena emosi bukanlah bagian dari esensi manusia. Semuanya tergantung pada subyak yang ada di hadapannya, dan perasaan ini berlangsung fluktuatif!
Jean Paul Sartre

Say "Yes" to Hope

 

“Harapan? Sudah lama dia menjauh dari hidupku…”

Mari berharap. Merangkai harapan. Memujudkan harapan.  Walau tidak ada yang tahu pasti, apa yang akan terjadi kelak, bukan berarti kita putus harapan.  

Justru karena kita tidak tahu. Bagaimana kalau kita menyusun berbagai harapan. Tentang kehidupan pribadi, karir, untuk alasan religi atau apapun itu. Tentunya dalam konteks positif.  Sehingga hidup tidak sekedar putaran hari dari pagi ke malam. Atau malam ke pagi hari.


Coba di ingat-ingat kembali. Bukan harapan yang menjauh. Namun kita yang menjauhkan diri dari harapan. Mengapa? Mungkin karena berkali-kali gagal untuk mewujudkannya. Frustasi dan nerveos sehingga sang ‘harapan’ kita persalahkan dengan berbagai alasan.  Mungkin juga karena kita juga tidak tahu persis apa yang kita niatkan pada harapan tersebut. Pernah?

Apa yang Anda lakukan atas dasar niat yang baik didasari pengharapan memiliki banyak deposito kebaikan, kendati tampak ‘nothing’, padahal sesungguhnya Anda telah melakukan ‘something.’

~Miftahur Rahman El Banjary

 

“Harapan siapa? Bukan aku !”

Selain itu, kerap kita mendengar bahwa orang-orang terdekatlah mempunyai harapan-harapan tertentu lewat diri kita. Atau meletakkan harapan di pundak, dengan atau tanpa  tanpa ‘persetujuan’ kita.  Meskipun itu, katanya. Demi kebaikan kita.  Sehingga harapan menjelma menjadi beban tersendiri yang _bisa jadi_  membuat kita tidak nyaman. Eksistensi diri kita tergantung penilaian orang lain.  Pernah?

Alih-alih ‘mengasingkan’ harapan yang terlanjur tersampir di pundak kita. Bagaimana kalau kita mengurai harapan tersebut. Menelisik kemungkinan realisasinya. Apa yang mungkin. Mana  yang masih mungkin. Lalu adakah yang tidak mungkin. Jika kita memilih ‘berdamai’ dengan harapan;  maka bukan tidak mungkin akan muncul ide-ide cemerlang untuk mewujudkannya. Sejatinya mewujudkan suatu harapan adalah salah satu jalan menuju kebahagiaan.

Manusia menjadi bahagia dengan mengetahui bagaimana cara memanfaatkan beragam kemampuannya untuk secara aktif mengalami dirinya sendiri di dunia. Kebahagiian manusia terletak di dalam cintanya akan hidup, dan itu adalah sesuatu yang sangat aktif…

~Erich Fromm

 

Jikapun misalnya, gagal mewujudkan harapan tersebut, jangan menyesal. Setidaknya kita sudah  berusaha secara signifikan. Jadi, teruslah melanjutkan hidup dengan mewujudkan harapan yang lain lagi. Jangan berhenti atau membatasi diri di satu harapan tertentu saja. Yang tidak kalah penting, jangan sampai usaha mewujudkan suatu harapan membuat kita kehilangan jati diri. Jangan sampai kita merasa asing dengan diri sendiri.

 

“Harapan? Itu Aku!”

Mungkin kesuksesan sudah menjadi nama tengah kita. Orang terkagum-kagum, dengan usaha kita mencapai impian dengan gigih. Kata ‘harapan’ bukan sekedar angan-angan yang ‘jauh api dari panggang.’

Namun bisa jadi ada sebagian orang yang memandang dengan sebelah mata kesuksesan kita di hari ini. Jatuh bangunnya kita mewujudkan harapan tidak mereka pedulikan. Pernah?

Pro dan kontra akan terus ada. Sekarang tergantung bagaimana kita. Mau menanggapi satu persatu sampai kelelahan sendiri atau sebaliknya. Nyatanya, tidak ada kewajiban kita untuk memberi penjelasan yang memuaskan ego meraka semua. Namun kita ‘wajib’ menyongsong kesuksesan berikutnya dari harapan kita selanjutnya.

Mari menghargai harapan dan usaha kita mencapai sejumlah harapan. Tanpa tergantung dari  ada tidaknya penghargaan orang lain dari usaha kita tersebut.

Aku belajar bagaimana menyatukan sesuatu dengan melihat impian – impian itu bagian demi bagian. Bagaimana menghargai setiap perkembangan dan kenyamanan sekecil apapun…aku memimpikan harapan-harapan baru dan mulai membangun.

~Liah Kraft-Kristaine

 

 

 

Rabu, 21 Oktober 2020

Der Kaiser

 

Tanpa disadari. Atau bahkan sangat disadari. Kita adalah makhluk yang senang ‘meniru’. Dalam konteks negatif maupun positif. Tentunya ‘meniru’ dengan konotasi negatif, hendaknya kita hindari. Seperti meniru karya hak cipta orang lain. Termasuk meniru dengan tujuan menyamarkan, mengambil keuntungan dengan cara tidak sah atau tujuan tidak elok lainnya.

Namun meniru tekad pantang menyerah seorang yang menjadi panutan kita, silahkan saja.  Tidak jarang, sosok panutan yang menginspirasi kita adalah orang-orang terdekat. Seperti orang tua kita sendiri. Mengapa? Karena kita menyaksikan langsung bagimana ikhtiar mereka menghadapi dinamika hidup. Berjuang tanpa lelah agar kehidupan kita, anak-anaknya, punya kehidupan lebih baik dari mereka.

Lalu bagaimana kehidupan mereka yang tidak mempunyai sosok yang menginspirasi? Atau pertanyaan mendasarnya adalah seberapa penting sosok menginspirasi dalam keseharian kita? Mungkinkan sosok tersebut ada beberapa? Pernahkah, kita berganti-ganti mengagumi sosok yang inspiratif? Dst…dst.

Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas hanya satu : up to you!

Kita tidak dalam koridor tentang benar salah. Mengingat begitu banyak pilihan maupun kombinasinya. Yang penting ada atau tidak sosok inspiratif, hidup kita di koridor yang normatif. Dalam artian tidak ada norma yang kita langgar. Atau tidak obsesif terhadap orang yang menjadi inspirasi kita.

Nyatanya jika kita bertanya kepada tokoh-tokoh yang sukses di bidangnya masing-masing:  siapa sosok inspiratif dibalik kesuksesannya tersebut? Nyaris mereka menyebutkan satu atau dua nama dengan penuh kekaguman. Jawaban yang dapat dimengerti. Karena kita ingin tahu ada apa  dan sipa dibalik kehebatan mereka.  Ada orang hebat dibalik orang hebat. Baik itu berperan secara langsung maupun tidak langsung.

Mungkin, dengan belajar dari pola pikir atau jejak rekam kesuksesan sang tokoh,  kita dapat menerapkannya -dengan berbagai penyesuaian- agar menjalani kehidupan / mencapai kesuksesan yang lebih baik dari tokoh inspiratif tersebut. Kita termotivasi dan seperti punya arahan dan ukuran tertentu.

Hal yang menginspirasi tidak terbatas pada kesuksesan materi, karir, bisnis atau prestasi lainnya. Namun bisa saja hal yang menginspirasi seperti passion mereka kepada suatu hal. Misalnya aktivitas kemanusiaan.  Seperti yang ditunjukkan Bunda Theresia. Walaupun sudah lama tiada, tetap menjadi sosok yang menginspirasi banyak orang, termasuk orang-orang yang belum/tidak akan pernah bertemu langsung dengannya.

Pertanyaan  berikutnya adalah, mengapa orang-orang tertentu menjadi  inspiring man untuk banyak orang lainnya? Bahkan lintas negara. Jawaban paling umum adalah karena mereka mempunyai kepribadian kuat. Dalam berbagai kondisi. Disaat jaya maupun ketika ditempa kegagalan. Cepat bangkit menapaki kesuksesan berikutnya. Daripada sia-sia menghabiskan waktu mempertanyakan kegagalan sebelumnya.

Untuk dapat bangkit dengan tidak mengulangi kegagalan yang sama, mereka membekali diri ( dan team ) wawasan, skill dan pengetahuan yang ‘tidak terbatas’, selalu bersiap untuk perubahan termasuk ketidaknyamanan pada saat beradaptasi dengan hal baru /perubahan.

Dengan bekal seperti tersebut, mereka melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh. Penuh percaya diri dan yakin akan hasil dari semuam proses yang dialui. Sesulit apapun itu.

Lalu saya teringat sosok yang sangat menginspirasi. Dia adalah Ketua Panitia Piala Dunia 2006 yang diselenggarakan di Jerman. 


Sebelumnya, pada tahun1974 & 1990 dia sukses membawa negaranya, menjadi juara Piala Dunia.  Anda pasti tahu siapa yang saya maksud.

Selasa, 20 Oktober 2020

Yesterday, Today & Tomorrow

 


“Every great dreams begins with a dreamer. Always remember, you have within you the strenght, the patience, and the passion to reach for the stars to change the world.”

By Harriet Tubman

 

Dear kamu,

Maaf.  Setelah 101 purnama, baru hari ini aku dapat menyampaikan alasan sesungguhnya mengapa aku menjauh dari kamu. Pada saat itu. Namun  kamu tidak pernah sungguh-sungguh jauh dari hidupku. Kamu selalu menemukan dimanapun aku berada. Kamu selalu ada alasan untuk menemui aku. Sia-sia semua dalih yang  aku sampaikan untuk menjauh dari kamu. Walau kamu terus bertanya, aku terus menghindar untuk menjawab hal alasan.

 

 

Your Great Dreams

Untuk sebagian orang, mimpi-mimpi besar kamu itu aneh. Aku satu di antaranya. Semakin kamu menceritakan mimpi besarmu, termasuk pencapaiannya andai kita bersama. Semakin aku merasa tertinggal. Aku tak ingin mendebat impianmu. Walau sesungguhnya, aku setengah hati mendukungmu.

 

Aku memilih diam. Hanya mendengarkan semua detail rencana dirimu untuk mencapainya. Aku hanya mendoakan semoga cita-citamu tercapai. Aku tahu, kau mencoba menyelaraskan impian masa depanmu dan impian masa depanku. Tapi yang kulihat, saat itu. Tidak mungkin.

 

Hari ini kita bertemu. Dengan antusias kamu menceritakan bagaimana perjuanganmu mencapai impian tersebut. Bagaimana kamu jatuh bangun untuk sampai di posisi sekarang tanpa dukungan yang berarti dari orang-orang terdekat kamu. Atau bagaimana kamu merasa sendiri, dipinggirkan bahkan dicurangi oleh sejawat yang tidak suka dengan signifnikannya usaha kamu selama ini.

 

Seperti biasanya, kamu selalu sabar mendengarkan apapun yang aku sampaikan. Termasuk, alasan usahaku menjauh dari kamu. Aku kembali diam, ketika kamu bilang bahwa mengapa alasan tersebut tidak aku sampaikan saat itu. Andai ia tahu dari awal, dia akan berkompromi dengan kondisi inferior-nya aku.

 



 

Your Work Life

 

“If you love your work, you’ll be out there everyday trying to do it the best you possible can, and pretty soon ever-body around will catch the passion from you-like a fever.”

By T.D. Jakes

 

 

Lalu, tanpa aku bertanya terlebih dahulu, kamu menyampaikan alasan mengapa waktu itu kamu seolah tidak memperjuangkan hubungan kita ke arah yang lebih serius. Katamu atau yang terlihat oleh kamu, aku terlalu asik dengan dunia kerja dibandingkan dengan memperjuangan dunia untuk kita berdua. Kamu bilang, aku begitu antusias bercerita tentang pekerjaan. Seolah-olah, ia  menjadi nomor kesekiannya aku.

 

Kamu jadi berfikir, aku bukan pasangan yang pas untuk mendampingi kamu meraih mimpi-mimpi besarnya. Kamu kecewa tapi tidak ingin memaksa aku mendampingi kamu.  Walau begitu, banyak hal dari kebersamaan kita yang tidak ingin kamu lepaskan begitu saja. Sehingga kamu tetap berusaha ada di dekat aku. Memastikan bahwa kita tetap menjalin komunikasi tanpa friksi apapun.

 

Maaf aku baru tahu. Bahwa kamu sempat sakit. Fisik & psikis ketika menyadari bahwa  kita tak mungkin jalan bersama sebagai pasangan. Hari ini kamu baru cerita, bahwa saat itu kamu sudah sangat berusaha mengenal siapa aku. Baik itu hobby, kebiasaan sehari-hari, apa saja favoritku. Berusaha beradaptasi dengan budaya leluhur aku. Menerima aku apa adanya. Serta berkompromi dengan perbedaan-perbedaan di antara kita.

 

Rupanya, saat itu kita sibuk dengan pikiran kita masing-masing. Menyesal ? Tidak !  Itu Aku. Namun ternyata kamu berbeda, bertahun-tahun kamu pendam kekecewaan atas sikap dan keputusanku.

 

 



Your Background

Dear Kamu,

Selain mimpi-mimpi unikmu yang tidak pernah bisa aku mengerti. Ada hal lain yang mengganggu pikiranku saat kita bersama. Your background so complicated.

 

Jika kamu berusaha, memahami backround aku. Termasuk adat istiadat kami yang ketat. Tidak demikian dengan aku. Background dirimu, baik dari segi sosial, budaya, keluarga, pendidikan dan sebagainya sungguh seperti benang kusut. Walaupun kamu bilang, jangan diambil pusing. Yang penting bagaimana kita menjalaninya. Namun, semakin banyak informasi mengenai latar belakang kamu, aku semakin gelisah. Semakin ada alasan untuk menjauh dari kamu.

 

Tentang alasan yang kedua ini, aku tidak nyaman untuk menyampaikannya langsung kepada kamu di hari ini . Suatu hari, mungkin kita akan saling bertukar cerita. Semoga pada saat itu, tidak ada lagi kecewa, luka maupun gelisah di antara kita. Kita telah memilih koridor yang berbeda. Biarkan seperti itu. Tetap begitu.

 

 

“We way run, walk, stumble drive, or fly, but let us never lose sight of the reason for the journey, or miss a chance to see a rainbow in the way.”

By Gloria Gaiter