Sering kali kita mendengar kalimat pelipur lara seperti, tunggulah
sampai tiba saatnya. Atau, diminta untuk menahan sabar lebih lama lagi, karena
sekarang mungkin belum waktunya. Kalau bukan saat ini, lalu kapan? Ya itu… nanti !
Siang itu, (mantan) pasangan,
curhat dalam waktu yang hampir bersamaan….
Ketika seorang teman menjadi sahabat. Lalu karena semakin dekat lantas menyadari,
bahwa merasa ‘sesuatu’ lebih dari sahabat. Rindu yang berbeda. Keinginan untuk
kebersamaan yang lebih intens, dan seterusnya. Sampai di titik harapan; Apakah mungkin
dapat bersatu menjadi pasangan hidup? Tidak , saat tidak mungkin. Kalau
nanti ?... Yaa, nanti saja !
Walaupun dalam keseharian, tampaknya tidak ada kendala yang berarti bagi
mereka. Begitulah yang orang lain lihat. Namun ada beberapa prinsip yang tidak dapat
terjembatani. Bahkan, hal-hal tersebut,
telah disadari sejak awal hubungan. Pada diri masing-masing, tanpa penah
membahasnya secara khusus.
Seperti biasa. Lebih tepatnya, di kondisikan seperti ‘biasa-biasa’ disepakati
bahwa hubungan tersebut di suspend tanpa batas waktu. Untuk mempertimbangkan ulang, apakah mereka
akan lanjut terus dengan berbagai perbedaan prinsip atau lebih baik diakhiri daripada
bermasalah dikemudian hari. Menyesal?
Tidak ! Karena, dalam perpisahan yang telah dipersiapkan ‘seindah
mungkin’, sempat terlontar bahwa kalaupun di muka bumi ini tidak berjodoh. Yang
penting -semoga- dipersatukan di surga, nanti….
Sebelumnya, dengan nada bercanda, lagi-lagi ‘disepakati’ bahwa akan mencari
pasangan baru dengan prinsip yang sama. Jika ternyata, hubungan baru tersebut, kandas.
Waktu suspend diakhiri / apapun kondisinya, hubungan yang terjeda tersebut,
dilanjutkan. Simple way? Mungkinkah, akan seperti itu? tunggu saja nanti !
Setelah sekian lama. Keragu-raguan mulai mendominasi pikiran salah satu
pihak. Atas kemungkinan untuk menjalin kembali hubungan yang terjeda tersebut.
Bukan karena ada pasangan baru atau belum. Bukan karena, rindu yang menipis.
Bukan juga karena belum atau sudah menemukan jalan tengah atau titik terang menghadapi
beberapa perbedaan prinsip. Bukan pula karena masalah komunikasi. Terus,
bagaimana? Akan dijelaskan, tapi… Nanti dulu !
Mungkin, merasa telah cukup ‘menawar
waktu’. Pada satu kesempatan, salah satu pihak berinisiatif untuk menyampaikan keputusan
pribadi. Bahwa sudah ikhlas mengakhiri hubungan mereka secara ‘permanen’. Sudah
saatnya, menerima kenyataan. Menjalani jalan takdir masing-masing. Life must
be go on !
Tanpa disangka, salah satu pihak mencoba bertahan. Alias tidak bisa menerima hal tersebut. Dengan gusar dan menunjukkan kekecewaan yang
mendalam. Ia menolak keputusan sepihak tersebut, karena sangat yakin kalau sesungguhnya mereka
berjodoh. Walaupun perbedaan prinsip
menjadi aral melintang, memang sulit diabaikan.
Nanti-nantinya, akan ada solusi untuk itu. Setengah putus asa, berucap,
“ Memangnya kamu siapa, bisa yakin kalau tidak mungkin berjodoh!”
“ Kamu akan jadi pasangan saya, lihat saja, nanti !”
Rumit kayaknya masalahnya yah, mba..
BalasHapussemoga ada titik terang yg biin nyaman dua2nya :)
Saya kenal mereka. Walaupun hubungan mereka on off dan rasanya, mustahil bersatu, tapi hebatnya mereka tetap saling mendukung, sampai saat ini.
BalasHapusSemoga akhirnya pasangan ini bisa menemukan titik terang biar ada kejelasan...
BalasHapus