Jumat, 26 November 2021

No Limited Inspiration

 

Hari terakhir sebagai rekan kerja, beberapa tahun lalu.

“Aku titip mbakku ini ya…. Dia, cepet banget alergian gitu.”

 

Walaupun kami tidak lagi menjadi teman kerja. Walaupun pada saat menjadi teman kerja, di tempat kerja kami bersikap profesional. Namun, dalam berbagai hal kami senantiasa saling mendukung. Seperti pesan di atas yang disampaikan kepada karyawan baru yang menggantikan dia.

Uniknya. Kami mempunyai begitu banyak perbedaan.  Seperti rentang usia, hobby ataupun keminatan, religi, pendidikan, selera, kondisi sosial budaya  dan masih banyak lagi. Namun, tidak pernah sekalipun menjadikan kami bertengkar karena perbedaan-perbedaan tersebut.

              Beberapa hari lalu.

“Mbak, kita bisa bersahabat seperti ini… justru karena kita berbeda banget ya… “

 

Mungkin tanpa pernah ia sadari.  Dialah yang sering kali ‘menyadarkan’ saya tentang  bagaimana menyikapi perbedaan tanpa mesti mencari-cari persamaan. Seorang, sahabat muda usia yang mementingkan unsur humanis  dalam keseharian. Menunjukkan ketulusannya yang luar biasa mengesankan.  

                                           Pada hari sedang berduka cita.  

“Mbak, sekarang aku jadi mama untuk adikku.”

                                                                                     

Dialah, wanita tegar yang walaupun didera berbagai kondisi bahkan konflik kehidupan namun berusaha menghadapinya dengan segala keterbatasan. Selalu berkeyakinan bahwa akan ada titik terang atau jalan tengah ‘menundukkan’ suatu masalah.  Bahkan, sejak usia belasan sudah berinisiatif untuk  mengambil alih tanggung jawab keluarga tanpa mengeluh atau meminta permakluman. Tanpa perlu, mengumbar ikhtiar kerasnya.

Hari itu, ketika satu beban berat bertambah lagi di pundaknya.

“Kalau aku menyerah, siapa yang akan ‘mengangkat’ aku, mbak?”

 

Bagaimana pengorbanan dan perjuangan hidupnya, membuat saya sering terkagum-kagum sendiri. Seperti bagaimana dia dan keluarga menerima perlakuan yang kurang pantas karena konsisi sosial ekonomi yang pas-pasan. Namun, ia tidak pernah, malu mengakui hal tersebut.  Sekali lagi, ia tak hanya menunjukkan secara nyata bagaimana bersikap terhadap perbedaan. Namun juga, bagaimana bersikap jika menghadapi perbedaan perlakuan.

Katanya tentang hari-hari penuh aktivitas.

“Aku percaya Tuhan. Tuhan selalu bantu aku. Jadi, ini caraku untuk bersyukur pada Tuhan.”

 

Ya, sering kali terbesit di pikiran. Bagaimana dia bisa begitu ‘sempurna’. Very good looking, smart, taft, friendly & religious. Selalu punya waktu untuk orang lain. Senantiasa menyempatkan diri untuk belajar hal-hal baru. Berusaha berbagi kepada sesama, sebaik mungkin dan sebisa mungkin.  Ditengah segudang kesibukan di depan matanya.

Again!  Ia membuat saya kembali merenung dan Thanks God. Betapa inspiring nya ia. Benar,  Tuhan memang  menghadirkan kita semua dengan sejumlah perbedaan. Namun, mengapa -sebagian dari- kita mesti terjebak  mempertentangkannya ?  Padahal, tentu ada benang merahnya agar saling melengkapi,  sebagai  salah satu cara kita untuk bersyukur kepadaNya.

 

2 komentar: