Hari
terakhir sebagai rekan kerja, beberapa tahun lalu.
“Aku titip mbakku ini ya…. Dia, cepet banget alergian gitu.”
Walaupun kami tidak lagi menjadi teman kerja. Walaupun pada saat menjadi
teman kerja, di tempat kerja kami bersikap profesional. Namun, dalam berbagai
hal kami senantiasa saling mendukung. Seperti pesan di atas yang disampaikan
kepada karyawan baru yang menggantikan dia.
Uniknya. Kami mempunyai begitu banyak perbedaan. Seperti rentang usia, hobby ataupun keminatan,
religi, pendidikan, selera, kondisi sosial budaya dan masih banyak lagi. Namun, tidak pernah
sekalipun menjadikan kami bertengkar karena perbedaan-perbedaan tersebut.
Beberapa hari lalu.
“Mbak, kita bisa bersahabat seperti ini… justru karena kita berbeda
banget ya… “
Mungkin tanpa pernah ia sadari. Dialah
yang sering kali ‘menyadarkan’ saya tentang bagaimana menyikapi perbedaan tanpa mesti
mencari-cari persamaan. Seorang, sahabat muda usia yang mementingkan unsur
humanis dalam keseharian. Menunjukkan
ketulusannya yang luar biasa mengesankan.
Pada
hari sedang berduka cita.
“Mbak, sekarang aku jadi mama untuk adikku.”
Dialah, wanita tegar yang walaupun didera berbagai kondisi bahkan konflik
kehidupan namun berusaha menghadapinya dengan segala keterbatasan. Selalu
berkeyakinan bahwa akan ada titik terang atau jalan tengah ‘menundukkan’ suatu masalah.
Bahkan, sejak usia belasan sudah berinisiatif
untuk mengambil alih tanggung jawab
keluarga tanpa mengeluh atau meminta permakluman. Tanpa perlu, mengumbar ikhtiar
kerasnya.
Hari
itu, ketika satu beban berat bertambah lagi di pundaknya.
“Kalau aku menyerah, siapa yang akan ‘mengangkat’ aku, mbak?”
Bagaimana pengorbanan dan perjuangan hidupnya, membuat saya sering terkagum-kagum
sendiri. Seperti bagaimana dia dan keluarga menerima perlakuan yang kurang
pantas karena konsisi sosial ekonomi yang pas-pasan. Namun, ia tidak pernah, malu
mengakui hal tersebut. Sekali lagi, ia
tak hanya menunjukkan secara nyata bagaimana bersikap terhadap perbedaan. Namun
juga, bagaimana bersikap jika menghadapi perbedaan perlakuan.
Katanya
tentang hari-hari penuh aktivitas.
“Aku percaya Tuhan. Tuhan selalu bantu aku. Jadi, ini caraku untuk
bersyukur pada Tuhan.”
Ya, sering kali terbesit di pikiran. Bagaimana dia bisa begitu ‘sempurna’.
Very good looking, smart, taft, friendly & religious. Selalu punya
waktu untuk orang lain. Senantiasa menyempatkan diri untuk belajar hal-hal
baru. Berusaha berbagi kepada sesama, sebaik mungkin dan sebisa mungkin. Ditengah segudang kesibukan di depan matanya.
Again! Ia membuat saya kembali merenung dan Thanks
God. Betapa inspiring nya ia. Benar, Tuhan memang menghadirkan kita semua dengan sejumlah perbedaan.
Namun, mengapa -sebagian dari- kita mesti terjebak mempertentangkannya ? Padahal, tentu ada benang merahnya agar saling
melengkapi, sebagai salah satu cara kita untuk bersyukur kepadaNya.
Temennya tipikal the girl next door bgt, mba..hehe..
BalasHapusPelukkkkk 🤗🤗🤗
BalasHapus