Saat hendak beranjak keluar untuk melanjutkan
perjalanan. Karyawan tersebut masih dengan senyum hangatnya menghampiri kami.
Menyapa dengan bahasa Indonesia yang cukup baik.
“Maaf, Mbak-mbak dari Indonesia ya? Bawa
In**mi* gak ?”
Dengan mata yang berbinar dan tanpa menunggu
jawaban kami, karyawan tersebut ( ah, kami lupa untuk berkenalan, menyebutkan
nama) melanjutkan. Bahwa, dia sudah pernah ke Indonesia. Sebelum ke negara
kita, ternyata dia sudah pernah makan mie tersebut. Sangat suka karena rasanya,
menurut dia cukup enak.
Namun, dia tidak menyangka kalau mie dengan rasa
dan merek yang sama, rasanya berbeda. Lebih enak yang ‘versi’ Indonesia. Jadi menurut
dia, makanan yang rasanya paling mengesankan dan sulit dilupakan, ya In**mie*
!! Walaupun dia tidak menanyakan
pendapat kami, rasanya kok kami sependapat ya.
Kemudian yang makin membuat dia berkesan
adalah, apalagi saat makan mie di pinggir jalan bersama teman-temannya dan
berkenalan dengan penikmat mie instant lainnya, ngobrol ngalor ngidul dengan
akrabnya. Seolah bertemu teman lama atau sudah kenal lama. Kami hanya senyum-senyum
mendengar, sebegitu nikmatnya kah?
“Gimana, mbak-mbak bawa mie itu ? Boleh saya
beli? Jual lebih mahal juga boleh. Saya rindu makan In**mi* tapi tidak tahu
kapan akan ke Indonesia lagi. Jangan kaget ya, memang setiap ketemu turis dari Indonesia, saya sering tanyain ini.
Saya denger, orang Indonesia kalau keluar negeri suka bawa mie istant.” Tetiba
kami jadi kesulitan menjawab. Hanya tersenyum seraya menghibur dia semoga
segera bisa ke Indonesia lagi dan makan mie istant tersebut sepuas-puasnya !! Maaf ya, sebenarnya karena…
Sesampainya di hotel, tanpa di komando. Kami
langsung menyeduh mie instant dengan cara seadanya. Ternyata, benar-benar
nikmat!! Pada saat dia bercerita dengan penuh antusias, pikiran kami beralih dari melanjutkan jalan-jalan
menjadi lanjut makan mie istant. Sambil bercerita seru, pengalaman unik kami
mengenai mie instant. Hari-hari selanjutnya, kami tidak tertarik lagi wisata
kuliner. Walaupun banyak info bahwa, ini jenis bukan makanan yang recommded
untuk dimakan jangka panjang. Namun bagaimana ya, pikiran kami sulit lepas dari
si ‘kriting kuning’.
Ternyata comfort food atau makanan 'khas' kita tersebut menghangatkan relasi interpersonal secara universal ya. Membanggakan !!
Seharusnya pemilik Indomie baca tulisan ini, biar bikin warung Indomie disana dengan resep seleara Nusantaranya yg banyak pilihan itu :p
BalasHapusPasti banyak yg suka atau minimal terobati kerinduannya makan Indomie..hehe..
Nice sharing!
Bener banget mbak. Kayaknya kalau buka seperti kedai mie. Prospeknya bagus.
BalasHapuswaaahh ind*mi* emang legend yaa, tapi kenapa ya resepnya dibedakan antar negara hemm, bersyukur banget dong ya klo resep yang di Indonesia yang disuka dan jadi primadona hihi
BalasHapusMemang indomie itu selera semua orang kayaknya ya, mbak
BalasHapus