Sabtu, 21 Agustus 2021

The "Deadline"

“Hidup berjalan cepat. Jika kita tidak berhenti dan sekali-kali meneliti sekeliling, banyak hal yang akan kita lewatkan.” ( Ferris Bueller )
 
Sebagian dari kita, termasuk saya kerap kali dihadapkan pada kondisi injury time 1 ) setelah deadline, saat mengerjakan suatu hal. Lalu diserang panik! Seakan waktu yang kita miliki, lebih singkat sepersekian jam dibandingkan waktu yang dimiliki oleh orang lain. 

Sialnya, semakin mendekati batas waktu, kita justru melakukan berbagai blunder 2) yang kian menghambat penuntasan tanggung jawab tersebut. Saat berhadapan dengan kondisi segenting itu tidak jarang kita merasa…ufff untuk bernafas saja kok sulit ! Sungguhkan waktu yang membuat kita nerveous ‘terjebak’ dalam kondisi under pressure, hopeless lalu stress sendiri? Apa yang terjadi? 
Secara alamiah pada saat itu, focus di otak kita beralih dari hal yang ada di hadapan kita menjadi tentang diri kita. Otak kita mempersempit filter menjadi -seperti- apakah mungkin pekerjaan tersebut mampu kita selesaikan? Jika kegamangan tersebut berlangsung dalam beberapa detik, masih dianggap sebagai hal yang wajar / dapat di toleransi oleh memori kita. 

Diharapkan sesegera mungkin, kita kembali focus pada cara atau bagaimana agar pekerjaan tersebut dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Beberapa hal sederhana atau relaksasi dapat kita lalukan. Misalnya?


Kita dapat mengambil sedikit waktu menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Atau beranjak sebentar dari tempat duduk kita misalnya untuk peregangan, mengambil cemilan dan minum. Atau bisa juga mengerjakan hal lain sebagai pengalihan sesaat. 


Menurut Christopher Willard 3), pada fase under pressure seperti itu, nafas kita memang tercekat. Reaksi tubuh kita ikut tegang bersama pikiran dan hati. Sedikit saja ada ‘gangguan’ kita mudah ‘meledak’. Mengapa? 

Sebab otak kita dalam posisi siaga serta ‘menutup’ hal-hal lain yang -mungkin- minta perhatian kita. Di saat seperti itu, hanya ‘signal bahaya’ yang tetap terjaga di bagian otak ( yang disebut amigdala ). Sedangkan bagian otak “korteks prefontal” tempat pemikiran-pemikiran terbaik berasal, justru -tanpa sadar- kita blokir. 
Bad News ! Kondisi ‘terblokir’ inilah yang dapat berujung pada perasaan hopeless. Seolah langkah atau ide kita berhenti di tempat. Atau hanya di jalan buntu yang tampak dihadapkan /pikiran kita yang jadi penghalang untuk melanjutkan atau menuntaskan tanggung jawab kita. Stress ! Stress! Stress!! 

Pada dasarnya, stress merupakan respond manusiawi yang wajar atas kekhawatiran kita tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sebelum atau tepat pada waktunya. Baik itu kekhawatiran yang nyata maupun di batas persepsi kita. Sering kali, sejak awal kita ‘terjebak’ oleh persepsi kita, bahwa pekerjaan tersebut ‘mustahil’ dikerjakan dengan baik dengan tepat waktu. 

Kita berharap akan adanya Extra Time4), penundaan atau dispensasi waktu. Bisa jadi dengan bantuan tambahan, penundaan maupun dispensasi waktu, hal yang membebani pikiran kita tersebut, akhirnya dapat juga diselesaikan. Lega rasanya. 

Namun, di lain kesempatan bisa jadi kita kembali menghadapi kondisi serupa. Bukan hanya satu tanggung jawab dan beberapa tanggung jawab sekaligus dengan tenggat waktu yang ‘tanpa ampun’. Lalu ? 

Ada ruang di antara stimulus dan respon. Di dalam ruang itu terdapat kebebasan dan kekuatan kita untuk memilih respon kita. Dalam respon kita terdapat pertumbuhan dan perkembangan kita (Anonim). 


Terlepas dari penilaian berhasil atau tidaknya hal yang kita kerjakan -sesunguhnya seiring kelegaan tersebut-memori kita menambah satu file penting. Yaitu mengenai bagaimana kita merespon suatu stres sehingga dapat keluar dari kondisi tersebut. File positif yang dapat membantu kita atau orang lain. Caranya? 
 Pertama-tama, sempatkan sejenak selepasnya (masalah tadi) untuk merasakan ulang / memaknai emosi yang kita rasakan sejak puncak kegamangan sampai titik balik hingga akhirnya. Apa saja yang tadi terlintas atau berkecamuk dalam pikiran kita. Apakah sebenarnya, sebelumnya kita pernah mengalami hal serupa atau bagaimana jika mendadak kita kembali dalam kondisi tersebut di kemudian hari. Apa yang terlintas di pikiran kita sehingga mendapat ide atau suatu tindakan di saat tenggat waktu. 

Satu hal lagi, terpenting untuk ucapkan Thanks God! Kita berhasil melewati hal waktu tersebut. Kemudian, congratulation and smile Up! jangan lupa untuk memberikan penghargaan dan kata selamat untuk diri kita. 

Plus… segera ucapkan terimakasih untuk pihak-pihak yang membantu kita. Juga ucapkan permohonan maaf, jika pada saat tadi, ada kata-kata atau perilaku kita yang sempat membuat orang lain kena imbas atas rasa nerveous kita. 

Jadi dalam hal ini, ternyata bukan waktu yang tidak bersahabat dengan kita. Tidaklah tepat utuk menyalahkan sang waktu kalau terasa tidak berpihak atas kesusahan memenuhi deadline. In the fact, waktu tidak pernah berniat untuk mendahului atau meninggalkan kita. Kitalah atau tuntutan tanggung jawab yang membuat batasan-batasan akan waktu. 

Sekarang, mari bersahabat dengan waktu mumpung kita masih punya waktu untuk melatih memori kita memberikan respond yang tepat dan cepat menghadapi stres. Caranya? 

 To be countinue


----------------------------
1) Injury Time, istilah dalam olahraga sepak bola. Yaitu perpanjangan waktu dengan alasan yang sesuai The Law of The Game IFAB. Dalam tulisan ini, diharfiahkan sebagai kebijakan tambahan waktu setelah tenggat waktu (deadline)

 2) Blunder, istilah dalam olah raga sepak bola. Yaitu kesalahan fatal yang disebabkan oleh kecerobohan yang tidak diperhitungkan dahulu. 

3) Growing up Mindful,  Christopher Willard, Benteng Mustaka. 2020. Terj. 

4) Extra Time, istilah dalam olah raga sepak bola. Yaitu perpanjangan waktu setelah pertandingn dalam normal waktu berakhir seri. Dalam tulisan ini, diharfiahkan sebagai tambahan waktu setelah deadline dan injury time.

33 komentar:

  1. Aku kalo lagi deadline yah, suka stres sendiri emang. Tapi biasanya aku malah gak ngerjain hal tersebut dulu, aku tenangkan diri dulu, berfikir jernih, baru aku kerjain hahahaha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yesss... Seperti itu sebaiknya memang, sehingga pikiran kita tidak terkunci. Keren kak Lala.

      Hapus
  2. Gw tipikal org yg kalo dibawelin atau diingetin terus soal deadline pas lg kerja malah jadi kemrungsung..
    Gw tipe yg lbh suka dikasih ketenangan & kepercayaan, jadi gw bs konsen ke apa yg gw kerjain & deadline..

    Ini masih jadi kekurangan gw sih, seharusnya gw tetep bs tenang meskipun ada tekanan dr luar..
    Kl tenang krn ga ada tekanan, itu mah cheating kali ya istilahnya..hehe..
    Sejauh ini hal yg gw pk buat menenangkan diri yaitu dengerin rekaman audio rileksasi yg sengaja gw beli dg tipe yg gw sesuain dg kebutuhan gw..
    Buat gw sejauh ini itu berguna..
    Dan bahkan bukan cuma buat pas nenangin diri aja, berguna juga kl udh jam tdr tp ga bisa tdr..
    Ga lama, pasti gw udah lelap aja deh..hehe..
    Dtgu lanjutannya..

    Btw, nice insight!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai Kak Febi. Sip banget nih. It's mean memori kak Febi sudah mempunyai beberapa cara untuk keluar dari kondisi dead lock. Jadi itu bukan kekurangan tapi salah satu self mechanism agar pikiran kita tetap terbuka. Seiring berjalannya pengalaman kehidupan, cara-cara tersebut akan semakin lengkap, di koreksi, di review dan seterusnya. Jadi, Deadline akan dimaknai sebagai hal yang wajar. Terimakasih sharing pengalamannya kak.

      Hapus
  3. Aku jarang sekali mengerjakan sesuatu mepet deadline. Beberapa kali malah ngeblank ktika dikerjakan mepet. Gada ide dan pikiran sama sekali.

    Jadi yaa mesti dikerjakan beberapa hari sebelumnya. Minimal sudah ada draftnya terlebih dahulu.

    BalasHapus
  4. Saya mesti banyak belajar nih dari Mas Rivai. Satu hal yang menarik dari komentar Mas Rivai adalah, memori Mas Rivai sudah memberikan signal di awal bahwa, mengerjakan sesuatu mepet deadline berpotensi deadlock. Jadi, selamat ya mas. Otak kita terus diasupi hal-hal positif seperti good planning. Terimakasih telah berbagi pengalaman.

    BalasHapus
  5. Saya juga termasuk orang yang tidak suka bekerja menjelang Deadline, selain bikin pusing, terkadang hasilnya juga malah tidak maksimal, Tulisannya menarik sekali Mba Tuty, saya suka Quote pembukanya “Hidup berjalan cepat. Jika kita tidak berhenti dan sekali-kali meneliti sekeliling, banyak hal yang akan kita lewatkan.” ( Ferris Bueller )

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagus itu Kak Ruly. Dengan mengusahakan pekerjaan usai sebelum deadline, kita jadi bisa melalukan hal lebih dari ekspetasi awal. Atau jika ada kekeliruan, kita masih punya waktu untuk koreksi.

      Hapus
  6. Pekerjaan aku yang paling "bersahabat" dengan deadline. Beberapa klien minta report di waktu yang deket2. Bener banet teh, kalo lagi injury time gitu kadang ada keluarga nanya mau makan aja kita jawabnya suka ngga ngenakin, "iya iya tar dulu jgn ganggu dulu." Padahal bukan hal yg perlu dijawab panjang yah.. ternyata secara teoru begitu ya teh.. ga sabar sama kelanjutannya. Nuhun

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hemmm... Luar biasa ini pengalaman Kakak dengan Deadline. Jadi pengen ngobrol langsung, gimana kakak selama ini mampu melewati deadline yang berulang kali. Apapun itu, pastinya sesuatu yang hebat.

      Hapus
  7. Sama ya kayak saya, deadliners garis keras. Kalo belum waktunya malah suka berleha-leha. Kadang mikir jangan2 ini penyakit karena jiwa terlalu santuy dan maunya rebahan trus. Hahhahah..

    BalasHapus
  8. Iya nih koh,walaupun saya type planner & prepared, tapi realisasinya sering kali menjelang deadline. Namun itu lebih karena, tidak ingin kerja dua kali. Btw, sepanjang BangDen merasa asik asik aja. Rapopo atuh sebagai deadliner garis keras.

    BalasHapus
  9. Jadi untuk menghindari stress saat tugas menumpuk adalah dengan mengerjakan secara bertahap sebelum deadline ya teh

    BalasHapus
  10. Deadline emang bikin stres sih hehe... Tapi karena ada deadline juga jadi belajar manage waktu dan prioritasin hal yang penting.

    BalasHapus
  11. aku sebagai anak deadliners tuh gimana ya, ide-ide dan kekuatan muncul jelang deadline hahhaha, pas ngerjain jauh2 hari ada aja mood mood annnya dan ga secepet klo ngerjain deadline, hahhaha.

    Tapi, makin kesini, pelan-pelan belajar sih buat menata jadwal ngerjain tugas2 gitu, paling engga dari mikirin konsep dan apa yang harus dikerjain

    BalasHapus
  12. Saya termasuk orang yang kadang ada di posisi deadliners kadang enggak. Tergantung suasana mood buat ngerjain sesuatu yang menurut saya perlu diselesaikan atau nyantai buat diselesain wkwk.

    BalasHapus
  13. Untuk beberapa hal aku tuh anaknya deadliners, kadang suka panik tapi idenya malah kadang suka ngalir gitu aja saat deadline. Padahal bisa dikerjain dari jauh-jauh hari, tapi kadang suka males dan kepentok ide yang buntu huhu

    BalasHapus
  14. Kadang suka mengkambing hitamkan waktu kalo kerjaan masih banyak yang belum selesai padahal sudan mau masuk deadline. Padahal setelah ditelaah lagi, aku suka menunda ngerjain sesuatu dan ternyata malah numpuk. jadi pusing sendiri dan kadang sampai mual. biasanya aku berhenti sejenak, tidur, buat rilax diri. setelah itu kerjain pelan-pelan. hehe

    BalasHapus
  15. Yah.. kok lagi asik2 baca malah bersambung Mba Tuty, malahh di bagian yang penting: cara. Kalau saya tebak, caranya: kerjakan, jangan terlalu dipikirkan

    BalasHapus
  16. Iya, kalo lagi mepet deadline emang suka bikin stress. Intinya, kita perlu menyadari terlebih dahulu emosi apa yang ada saat kita menghadapi deadline ya. Makasi banyak tipsnya, Mbak Tuty. Akan coba dipelajari dan dipraktikkan.

    BalasHapus
  17. Dulu waktu SMA sampe kuliah tipe2 deadliner karena otak "dipaksa" kerja jadinya malah banyak ide yang bermunculan...pas udah kerja coba2 deadliner kog udah gak cocok....mungkin 'jiwa muda' udah makin berkurang ya teh jd lebih suka yang terorganisir dan konsisten...hahaha....tp seru banget ya belajar beginian...ternyata sesuai fakta ya waktu deadline bsa bikin otak bekerja baik asal tahu cara managenya...

    BalasHapus
  18. Kaaak, kok bersambung? Aku penasaran nih lanjutannya. Dulu aku tipe deadliner garis keras, tapi suka kewalahan. Jadi lebih mudah emosi juga kalau udah mepet waktunya. LOL. Akhirnya belajar cicil sedikit2, tinggalin, tenangin diri, baru menyelesaikan. Terima kasih tipsnya ya, Kak.

    BalasHapus
  19. Emang sih deadline itu ada kadang-kadang karena kelalaian kita. Yang dampak jeleknya suka bikin kita stress, bahkan ga jarang bikin asam lambung meningkat. Tapi di beberapa kesempatan, saya sempat berusaha mencari inspirasi sebelum deadline mendekat, yang ada malah buntu. Pas udah sangat mepet dengan deadline, tiba-tiba ide ngalir deres. And akhirnya selesai juga.Tapi kalo keseringan, lumayan uji nyali sih itu. Cuma kemalasan and budaya nunda-nunda ini emang perlu dimusnahkan, biar jangan semuanya dikerjain pas deadline terus. Bisa kacau

    BalasHapus
  20. Kalo lagi menjelang deadline pasti bikin cemas. Apalagi klo tugasnya lebih dari satu. Huhh pusing. Tapi biasanya aku cicil sih buat selesaikan tugasnya biar gak burnout

    BalasHapus
  21. Kalau mengerjakan suatu hal mendekati deadline tuh emang bikin panik stres aduhai gitu. Tapi kadang kalau dikerjakan lama sebelum deadline, ide tuh susah kali. Tapi jujur, lebih menikmati watu mepet karena deadline.Rasanya tuh gimana gitu pas selesainya. Asa plong yang plong bgt. Haha

    BalasHapus
  22. Haha yaampun jadi ngaca deh, akuh kalau lagi khilaf ngerjain sesuatu yaa mepet2 deadline. Kalau lagi bener early banget ngerjainnya.

    Cuma kadang mepet deadline itu lebih menggairahkan, soalnya biasanya ide langsung berkeliaran mendekati deadline 😆

    BalasHapus
  23. Aku rasanya malah sepertinya aneh. Karena saat dekat deadline jadinya malah tertrigger, tak jarang pula malah mendapatkan pencerahan dan lebih lancar, ide-ide juga energi. Dapat menyelesaikan pula bila fokus dan konsentrasi. Dan sepertinya juga dengan mempersiapkan sebelumnya hal-hal atau langkah-langkah apa yang harus ditempuh adalah hal yang baik dan benar juga adanya.
    Juga tetap persiapan matang atau jauh-jauh hari sebelumnya adalah merupakan hal yang terbaik dan tepat pula.

    BalasHapus
  24. Wahh ini bener banget kak, aku kalau kepepet itu tetiba jadi stock dan kadang bawaannya Jadi pengen nangis bahkan

    BalasHapus
  25. Faktanya, waktu tidak pernah berniat untuk mendahului atau meninggalkan kita. Sebuah reinder ini buat saya, jika ada deadline dan panas dingin karena mepet waktunya yang disalahkan si waktu huhuhu. Padahal saya yang enggak mampu mengelola waktu.
    Ditunggu chapter 2-nya, Kak Tuty:)

    BalasHapus
  26. Gagal fokus sm yang komentar. Kenapa pada bilang deadliner person. Apa rata rata memang penjual kreatifitas gitu memang deadliner person?

    BalasHapus
  27. Banyak poin penting yang tersmpaikan kak, walaupun dari dulu kita selalu dijejali dengan mengelola waktu, jangan males, dsb. Nyatanya yang bisa nolongin kita dari semua itu cuma diri sendiri ya! kalau aku relatif sih, deadliner nggak, prinsipku ngejalanin semuanya semaksimal mungkin, selama ada waktu dan tenaga harus di gassss. tapi seringnya dikasih tugas mepet. nah itu gimana? wkwk

    BalasHapus
  28. Saya kayaknya tipe mepet deadline. Tapi saya tuh cenderung stres sendiri kalo tahu ada kerjaan yang belum selesai dan sengaja nunda2. Hahah. Padahal kalo udah fokus biasanya saya lupa sama lain2. Emang manajemen waktunya kurang bagus.

    BalasHapus