Getah cakrawala meracik pesan terbisu
Tentang risau gerimis terkunci debu
Jatuh kaku menembus kerak kemarau
Seperti duka laut kehilangan biru
Angin menyeret daun menjauhi ranting
Kering belukar berpagut bara di penghujung
Menikam sisa siang yang terpasung
Seperti luka telaga kehilangan bening
Perih badai terkelupas membakar kulit
Mencari bulir keringat di tanah keriput
Hingga titian pelangi tersihir sesat
Seperti murung danau kehilangan kabut
Semesta tercabik ruam bencana
Cadas meradang raga menjentik jiwa
Mengerang tak sanggup menganulir dosa
Seperti muram samudera kehilangan makna
Terpuaskah anarki dengan menggadang alibi ?
Tersangkut derit keranda getas terakhiri
Seperti lara perigi kehilangan laras diri
Siapa?
Kita?
Pada mereka jiwa ini menyerah
BalasHapusPuas hanya dengan jempol maya dan kata-kata indah.
Banyak yang lupa, siapakah diri ini
Sebenarnya?
Kak Maria, dilanjut atuh puisi kerennya.... Terimakasih turut memaknai puisi saya ya Kak. Keren Kak Maria.
BalasHapusSiapa kah kita?
BalasHapusApakah laut yang kehilangan birunya?
Atau telaga yang kehilangan beningnya?
Atau kah manusia yang kehilangan kodratnya?
Mungkin sesekali ya kak
HapusTapi tidak untuk berlanjut...
Terimakasi kak Taumy
Selalu ada kata kehilangan di baris yang ke-4.
BalasHapusTerkadang, kita baru menyadari akan pentingnya sesuatu, setelah sesuatu itu hilang dari diri kita.
Setelah sepertinya sudah terlambat...semoga kita tidak mengalami hal tsb ya. Terimakasih Mas Ris....
Hapusbagus kak puisinya, apalagi dibawain dengan musik biola tambah keren lagi
BalasHapusNuhun Kakderus sarannya...
HapusI should visit this post one more time to see those picture, Kak . Sambil berusaha mencari jawab siapakah kita 😉
BalasHapusSetidaknya kita bukan invividu seperti tokoh di puisi tsb ya kak. Thanks kak Muti
BalasHapusKeren banget ini Kak Tuty..terpana sih sama diksinya dan makna yang dalam. Aku bingung mau komentar apa ekwkwk..
BalasHapusTerimakasih mbak sudah berkunjung...
Hapustulisan, diksinya yang mba tuty tulis bernyawa banget....simpel namun menepuk...
BalasHapusatuh belum seberapa dibandingkan piawainya Mas Agus menjalinkata dalam tulisan.
HapusSiapakah Kita?
BalasHapusSeperti matahari dan bulan yang bersisian meski dalam lintas yang sama tapi enggan beradu pandang
Siapakah kita
Seperti debu dan kerikil yang tersiram hujan. Teduh namun harus pasrah meluruh
Begitulah adanya, kak.
Hapusterimakasih untuk sambungan puisi yang ciamik pisan
Jujur aku belum terbiasa membaca dan memaknai puisi, pilihan kata-katanya seperti "getah cakrawala","kerak kemarau" dll,membuat aku "wah kok bisa kepikiran"
BalasHapusPada tangan tak berfikir dan kaki tak berhati
Terpuaskah anarki dengan menggadang alibi ?
Terus kalimat-kalimat itu, bikin saya mikir mendalam atas tindakan saya yang sepeeti itu.
Maafkan komentarnya ini dangkal dibandingkan teman-teman lain, semoga saya bisa banyak belajar daru mbak Tuty
Dear Kak Gina,
Hapuswah kakak keren atuh berusaha memahami makna kata di puisi saya... terimakasih ya
Reading a poetry is actually not my thing, tapi kok pesannya di puisi ini kena banget ya. Thank you!
BalasHapusterimakasih juga Kak ...
Hapuskeren kak tuty puisinya. pemilihan diksi nya mantap.
BalasHapustetap terus berkarya ya kak tuty
Terimakasih supportnya, kak Inez
HapusKak tuty emang pujangga deh.. super sekali.. begitu nyantol di kepala langsung ditulis
BalasHapusTahu nih kak, susah nahan tangan untuk stop nulis puisi
Hapussaya membayangkan danau kehilangan kabut justru sedang cerah tak murung hehee
BalasHapusMas Iqbal benar banget nih...
HapusJujur ini puisi bagus, tapi aku ga bisa menghayati dikala jiwa sedang bahagia.
BalasHapusSelamat ya Mas Dayu dengan si dia. Ikut senang atuh
HapusSalut! Tipsnya gimana sih biar bisa bikin puisi yang bagus dan dalem kayak gini?
BalasHapusMungkin karena puisi sudah menjadi keseharian saya. Nyaris setiap hari saya nulis puisi.
HapusKita?
BalasHapusSiapa?
Seonggok daging berbalut nafsu dunia
Bermuka topeng yang pandai mendua!
Ah
Kita....
Kita kadang sesuatu yang mengerikan ya , kak
Hapus"Seperti duka laut kehilangan biru" suka sama kalimat ini.
BalasHapusBacanya sambil rebahan di kamar, sendiri. Dapet feelnya. Keren mba tuty
Saya pecinta laut. Aseli berduka kalau pas ke laut sedang kotor atau 'kehilangan biru'
HapusMeskipun ga paham semua kata di puisi ini. Tapi visualisasi dengan foto menggambarkan sesuatu yang teramat gersang. Sesuatu yang membuat gerah��
BalasHapusOk gue sotoy.
Puisinya bagus banget :)
Ndak sotoy atuh, memang sejak awal motret sudh saya abngyangkan akan menulis puisi tentang apa... pas banget momentnya
HapusIni puisinya sedih ditambah visualisasinya hitam putih jadi lebih berasa sedihnya..
BalasHapusIni ceritanya tentang kehilangan kan ya mbak tuty.. kehilangan jati diri.. sotau banget aku.. hahah..
Suka kata2 "Seperti duka laut kehilangan biru"
Tos kita kak Leni, "seperti duka laut kehilangan biru"
Hapusbagi saya sesuatu banget.....