Bukan peluh malam, tapi keringat siang yang menyamarkan kita
Berparut gores serpihan karang andai kata
Berharap kering angin alihkan persembunyian fakta
Berpacu degup ombak yang melabuhkan satu rasa ke tengah samudera
Ah, betapa tak berpihaknya masa
Di balik kabut pagi, tautan risau terbujur
Dapatkah mengendapkan khilaf yang terbakar?
Dipagutkah lagi, mata hati yang tersulur?
Di kedamaian palung hati, akankah digelandang menggangsir atau terusir?
Ah, sang waktu jangan dulu berakhir
Keluhkan pada deru awan yang membuka terawang
Kilatan sarunya menggandakan sejuta halang
Karena kisruh yang bersahutan rawan meradang
Ketika hasrat membuncah mesti terhadang
Ah, pahitnya mengenang kenang
Jauh menjauh kini tersimpul dekat mendekat
Jika ikatan terdahulu berurai runtutan penat
Jangan hamburkan janji usang yang berlarut
Jika jejak hari ke hari kian lusuh memberat
Ah, mengapa sulit menuntut
Mungkin akan ada yang terusik pergi
Meski bukan sekedar sekarang atau nanti
Mengakhiri segera sebelum sempat memulai
maka malampun setengah gugup mengembalikan siang hari
Ah, betapa sulitkah dimengerti
Purna Senja tak akan sanggup mengelabui cakrawala
Patutkah menitip satu kisah terjeda?
Pergilah sejenak, sebelum tanya menebar bencana
Pamit yang bukan melapaskan tapi demi sementara
Ah, bilakah tiba saatnya....