Sabtu, 05 Maret 2022

Kita dan Komunitas : Penguatan Identitas Diri, Identitas Sosial, atau ?

 


 

“Ikutan komunitas, ngapain juga sih?”

Ketika kita bergabung dalam suatu komunitas, biasanya ada beberapa pertanyaan ‘klasik’ yang kerap terlontar. Mengapa disebut pertanyaan ‘klasik’ ? Antara lain karena -bahkan- sebelum ditanyakan, kita sering kali telah ‘mempersiapkan’ jawabannya.  Mengingat, hal-hal yang ditanyakan begitu umum….

Sebagian dari kita, sudah menduga akan ditanyakan hal-hal seperti, untuk apa bergabung di suatu komunitas.  Mengapa tertarik bergabung di komunitas tersebut atau mengapa ‘harus’ komunitas tersebut, bukan komunitas lainnya.  Siapa yang mengajak atau apa yang kita harapkan dengan bergabung di suatu komunitas. Lalu, kontribusi apa yang bisa kita berikan untuk kemajuan komunitas.


Mungkin ada juga yang penasaran, kenapa kita bergabung di beberapa komunitas sekaligus. Bahkan ada juga yang mempertanyakan mengapa mengikuti lebih dari satu komunitas sejenis. Serta sederet pertanyaan selanjutnya.   Lalu kitapun punya ‘daftar jawaban’ yang normatif, argumentatif maupun sekenanya. Demikian juga, jika kita memutuskan keluar dari suatu komunitas. 

Pertanyaan – pertanyaan tersebut, berasal dari internal maupun eksternal komunitas. Bahkan tidak jarang, dari diri kita sendiri.  Tidak bisa dipungkiri juga, terkadang tidak ada alasan subjektif maupun objektif yang pas atas bergabung atau keluarnya kita dari suatu komunitas.  Namun, mestikah pihak lain tahu alasan kita.

 

“Ikutan komunitas, ngaruhnya apa?”

Sedangkan dalam pandanganpsikologis akan ada pertanyaan ‘menarik’ lainnya.  Misalnya,   apakah keikutsertaan kita pada suatu komunitas terkait dengan penguatan identitas diri ( secara personal ) atau justru penguatan identitas sosial kita dalam konteks komunal.  Sejauh mana peran komunitas yang diharapkan oleh individu? Sejauh mana peran individual dalam penguatan suatu komunitas?

Dari berbagai literatur, dapat dikatakan bahwa komunitas pada hakikatnya merupakan kumpulan individu yang memiliki tujuan serupa.  Dengan bergabung di dalam suatu komunitas, dapat membantu individu mencapai suatu tujuan-yang sulit dicapai secara individual. Seperti bergabungnya individu di komunitas jalan-jalan.


Tentunya bukan semata-mata alasan materi ataupun ‘senasib seperjuangan’ dalam perjalanan. Namun kebersamaan tersebut dapat berlanjut menjadi hubungan yang lebih intens secara pribadi, emngembangkan hobby, minat maupun bakat atau sebagai pemenuhan kebutuhan sosial maupun bisnis dan seterusnya. Pernah mengalami ?   Tentunya tidak terlepas dari pengalaman-pengalaman yang juga tidak mengenakkan selama berkomunitas, yang ‘menggagalkan’ tujuan tersebut.

Disadari atau tidak. Diniatkan atau bukan. Ditunjukkan atau sebaliknya. Di dalam berkomunitas,  sebagian dari kita secara signifikan  berusaha menunjukkan Identitas diri. Bahkan menguatkan Identitas diri dengan berusaha menarik pengakuan dari sesama anggota kelompok. Seperti, mempunyai julukan khas yang identik dengan diri kita. Citra tertentu yang menjadikannya berbeda dari anggota komunitas lainnya.


Sebagian yang lain, sesama anggota komunitas turut mendorong kita untuk menunjukkan identitas diri kita sampai eksistensi diri. Bahkan didapuk menjadi ‘pimpinan’ secara informal atau berdasarkan kesepakatan bersama.  Penguatan identitas diri yang terkadang unik, belum tentu kita dapati di dunia kerja maupun tingkat pendidikan formal.

Dalam konteks tulisan ini, identitas diri dimaksudkan sebagai kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesis dari semua aspek terkait konsep diri sebagai suatu kesatuan  yang utuh ( Stuart dan Sundeen, 1991 ). Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, dalam hal perasaan diri berharga, mempunyai kemampuan tertentu bahkan penguasaan terhadap kehendak diri. Bisa juga,  identitas diri tersebut justru disematkan atau mendapat ‘justify’ oleh sesama anggota komunitas.


Sementara itu,  sebagian lainnya justru ingin menguatkan identitas sosialnya dengan jalan berkomunitas. Identitas sosial dalam hal ini sebagai bagian dari konsep diri seseorang yang berasal dari pengetahuan mereka tentang keanggotaan dalam suatu komunitas yang diiringi oleh signifikansi nilai dan emosi keanggotaan tersebut ( Tajfel, 1982 ) . Jadi, identitas sosial berkaitan dengan keterlibatan, rasa peduli serta rasa bangga seseorang atas keangotaannya di dalam komunitas tertentu. Terlepas dari berperan penting atau tidaknya kita dalam komunitas tersebut.


Jika disederhanakan, dapatlah dikatakan bahwa apabila kita bergabung dalam komunitas yang well known maka membawa kebanggaan tersendiri bagi identitas sosial kita.  Individu tersebut bahkan bisa sampai memiliki kelekatan emosional. Misalnya, akan turut membela identitas komunitasnya jika ada yang mencoba mencorengnya. Seru, ya?

 

“Ikutan komunitas? Ya untuk ikut-ikutan aja…”

Ups!! Apapun jawaban kita atas pertanyaan-pertanyaan tadi, sungguh tergantung  pada kebutuhan, atau keingintahuan atau  passion bahkan keisengan kita atau apapun itu.  Terserah,  karena kita termasuk saya, mempunyai beragam jawaban yang normatif, unik atau tertentu. Namun,  yang perlu menjadi catatan adalah jangan sampai bergabungnya kita tersebut ternyata sia-sia. Baik bagi diri kita maupun komunitas itu sendiri.  Namun, kalau boleh saya penasaran (sekali-sekali boleh kan… ), ada alasan khusus kamu bergabung dalam suatu komunitas ?

 

 

 

____________________

Inspiring Books

Faturochman & Tabah Aris Nurjaman.  2018.  Psikologi Relasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Harmaini dkk.  2016. Psikologi Kelompok.  Jakarta : Rajawali Pers

Komaruddin Hidayat & Khiruddin Bashori.  2016.  Psikologi Sosial.  Jakarta : Erlangga